Sukses

Data Ekonomi China Bikin Wall Street Tertekan

Data ekonomi China melemah dan investor bersiap hadapi kenaikan suku bunga bank sentral AS tekan bursa saham AS di awal pekan.

Liputan6.com, New York - Mengawali pekan ini, bursa saham Amerika Serikat (AS) turun lebih dari 1 persen, dan alami penurunan terbesar dalam satu minggu. Hal itu lantaran investor bersiap untuk kenaikan suku bunga bank sentral AS dan cemas terhadap data ekonomi China.

Pada penutupan perdagangan saham, Senin (Selasa pagi WIB), indeks saham Dow Jones melemah 1,1 persen ke level 17.711,14. Diikuti indeks saham S&P 500 merosot 1,11 persen ke level 2.075,82. Indeks saham Nasdaq tergelincir 1,23 persen menjadi 5.083,60.

Sementara itu, indeks saham CBOE yang mengukur kekhawatiran investor naik 15 persen menjadi 16,50, dan angka ini tertinggi dalam satu minggu.Rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS masih membayangi bursa saham.

Perusahaan-perusahaan AS menghadapi prospek biaya pinjaman lebih tinggi bila bank sentral AS menaikkan suku bunganya pada Desember 2015. Selain itu, investor juga khawatir dengan perlambatan ekonomi China.

Hal itu lantaran China menjadi pasar utama bagi banyak perusahaan. China menjadi mitra dagang terbesar AS, dan harus mengalami ekspor dan impor kompak melemah.

Sebelumnya bursa saham AS mengalami kenaikan selama enam minggu berturut-turut didukung rilis kinerja keuangan perusahaan AS lebih baik diikuti penguatan ekonomi domestik. "Ada kekhawatiran jangka pendek tentang kenaikan suku bunga the Fed. Obligasi dan saham akan turun ketika the Fed membuat pengumuman pertamanya. Namun hal itu menunjukkan kalau ekonomi AS cukup sehat untuk berdiri sendiri," tutur Jake Dollarhide, CEO Longbow Asset Management, seperti dikutip dari laman Reuters, Selasa (10/11/2015).

Dengan sentimen rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS dan kekhawatiran data ekonomi China membuat sembilan dari 10 sektor saham S&P 500 tertekan yang dipimpin oleh sektor saham barang konsumsi dan energi.

Sektor saham barang konsumsi turun 1,5 persen. Hal itu terjadi lantaran saham Priceline merosot 9,8 persen setelah rilis proyeksi laba pada kuartal IV melemah. Sedangkan harga minyak tertekan membuat sektor saham energi S&P 500 merosot 1,3 persen. (Ahm/Igw)

Video Terkini