Sukses

Menguji Ketahanan Unilever Saat Ekonomi Melambat

Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan permintaan melambat bebani kinerja PT Unilever Indonesia Tbk.

Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan ekonomi seiring daya beli masyarakat melemah cukup mempengaruhi sektor barang konsumsi. Katalis tersebut memberikan tekanan terhadap kinerja PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) membukukan pertumbuhan laba naik tipis hingga September 2015. Laba bersih perseroan naik 3,31 persen menjadi Rp 4,18 triliun hingga kuartal III 2015 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,04 triliun. Penjualan naik 5,58 persen menjadi Rp 27,54 triliun hingga September 2015.

Analis PT Samuel Sekuritas Andy Ferdinand menuturkan, kinerja PT Unilever Indonesia Tbk itu dipicu kenaikan harga jual produk sekitar dua persen pada sembilan bulan pertama 2015. Akhir tahun lalu, perseroan menaikkan harga jual produk sekitar empat hingga lima persen.

Kenaikan harga jual itu dilakukan seiring depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal itu mengingat 55 persen dari beban pokok penjualan memiliki eksposur terhadap mata uang asing. Secara year to date, rupiah susut 10,96 persen terhadap dolar AS. Rupiah ditutup naik tipis ke level 13.746 per dolar pada Selasa 17 November 2015.

"Di industri, seiring adanya tekanan pada daya beli, konsumen secara umum cenderung mengurangi pembelian jumlah barang dan atau beralih ke barang lebih murah," ujar Andy, seperti dikutip dari risetnya, yang ditulis Rabu (18/11/2015).

Dalam riset PT Henan Putihrai menyebutkan, penjualan perusahaan masih terfokus pada pasar domestik, hanya lima persen dari total penjualan yang ditujukan untuk pasar ekspor. Konsekuensi dari keputusan itu berdampak pada melambatnya pertumbuhan volume penjualan perusahaan.

Riset PT Henan Putihrai juga menyebutkan kalau perseroan mencatatkan perbaikan pada gross margin untuk segmen home and personal care (HPC) dan food and beverage (F&B). Gross margin kedua segmen itu masing-masing naik menjadi 54,3 persen dan 42,6 persen dari 51,1 persen dan 41,3 persen pada kuartal III 2014.

"Gross margin perusahaan pada kuartal III 2015 tercatat sebesar 50,7 persen naik dari margin pada sembilan bulan 2014 sebesar 48,8 persen," tulis riset PT Henan Putihrai.

Pelemahan harga komoditas bahan baku menjadi kontributor utama pada perbaikan sisi gross margin perusahaan kendati pelemahan harga bahan baku diimbangi oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Andy mengatakan, kenaikan royalti juga mendorong kenaikan biaya operasional pada tahun ini. Akan tetapi, ke depannya tidak ada lagi kenaikan royalti yang merupakan persentase dari penjualan. Biaya iklan dan promosi naik tujuh persen Year on Year (YoY).

"Pada kuartal III 2015, biaya tersebut secara persentase terhadap penjualan naik 38 basis poin (bps) secara kuartal per kuartal atau 11 basis poin YoY)," kata Andy.

Tekanan Rupiah Masih Bebani Unilever

Hingga akhir tahun ini, analis kompak menilai kalau pergerakan nilai tukar rupiah dan permintaan melemah seiring perlambatan ekonomi masih membebani PT Unilever Indonesia Tbk. Depresiasi nilai tukar rupiah terus berlanjut diperkirakan menggerus margin perusahaan.

Andy memprediksi, pendapatan perseroan dapat mencapai Rp 36,58 triliun dan laba bersih sekitar Rp 5,79 triliun pada 2015. Sebelumnya perseroan diharapkan dapat mencatatkan pendapatan Rp 40,24 triliun dan laba bersih sekitar Rp 6,47 triliun.

Walau menghadapi tekanan perlambatan ekonomi pada 2015, PT Unilever Indonesia Tbk tetap ekspansi dengan membangun pabrik. Salah satunya oleh induk usaha perseroan yaitu PT Unilever Oleochemical Indonesia yang membangun pabrik pengolahan kelapa sawit di Sei Mangke. Produk hasilnya merupakan bahan baku sabun dan deterjen bagi PT Unilever Indonesia Tbk. Pabrik ini ditargetkan bisa beroperasi pada 2016.

Analis PT Investa Saran Mandiri mengatakan, laba PT Unilever Indonesia Tbk akan naik sekitar 15 persen pada 2016. Hal itu ditopang sejumlah faktor antara lain ekonomi lebih baik pada tahun depan didukung nilai tukar rupiah stabil.Hans mengatakan, kestabilan nilai tukar rupiah itu didukung dari kenaikan suku bunga bank sentral AS.

Ditambah sentimen eksternal lainnya ekonomi China menemukan keseimbangan baru pada level 6,5 persen usai menambah stimulus."Ekonomi Amerika Serikat juga membaik dan dalam negeri juga akan ditopang dari belanja infrastruktur," kata Hans.

2 dari 2 halaman

Rekomendasi Saham

Rekomendasi Saham

Andy mengatakan, pihaknya mempertahankan rekomendasi hold dengan target harga Rp 39.800 per saham. Harga saham itu merefleksikan price earning ratio (PER) 45,9 kali pada 2016. Rekomendasi itu setelah mempertimbangkan revisi prediksi dengan mempertimbangkan situasi industri terkini dan kinerja sembilan bulan pertama 2015.

PT Henan Putihrai mempertahankan rekomendasi netral untuk PT Unilever Indonesia Tbk. Salah satunya mempertimbangkan valuasi perusahaan yang premium dibandingkan dengan emiten sektor konsumsi lainnya. Saat ini PE PT Unilever Indonesia Tbk sekitar 47,16 kali, dan angka ini lebih tinggi dari sektor saham barang konsumsi sekitar 41,72 kali.

Hans pun merekomendasikan beli dengan target harga saham Rp 40.300 per saham pada 2015, dan tahun depan Rp 46.400 per saham.

Pada penutupan perdagangan saham Selasa 17 November 2015, saham PT Unilever Indonesia Tbk naik 0,21 persen ke level Rp 36.375 per saham. (Ahm/Igw)