Liputan6.com, Jakarta - PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) akan melakukan penawaran umum terbatas/rights issue dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) sekitar 29,16 miliar saham dengan nilai nominal Rp 50 per saham.
Saat pelaksanaan rights issue, setiap 36 saham lama berhak atas 145 saham Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham pada 14 Juni 2016. Setiap satu HMETD memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli sebanyak satu saham baru.
Harga pelaksanaan rights issue setinggi-tingginya Rp 480 per saham. Jadi total dana yang akan diperoleh dari rights issue sekitar Rp 13,99 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Dana hasil rights issue itu akan digunakan untuk mengurangi utang Perseroan kepada Rothmans Far East B.V. sebesar Rp 12 triliun, dan sisanya akan ditentukan pelaksanaan HMETD.
British American Tobacco pun bertindak sebagai pembeli siaga. Bila pemegang saham tidak melaksanakan haknya untuk membeli saham baru yang ditawarkan dalam rights issue itu maka akan mengalami penurunan persentase kepemilikan sahamnya dalam jumlah maksimum sekitar 80,1 persen.
Pemegang saham perseroan sebelum rights issue antara lain British American Tobacco sebesar 85,55 persen, United Bank of Switzerland AG sebesar 13,41 persen dan masyarakat dengan kepemilikan di bawah lima persen sebesar 1,04 persen.
Apa bila pemegang saham tidak eksekusi pelaksanaan rights issue maka kepemilikan saham Bentoel sekitar 97,13 persen dipegang oleh British American Tobacco, United Bank of Swizerland AG sebesar 2,67 persen dan masyarakat sebesar 0,21 persen.
Kepala Riset PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menuturkan, rights issue Bentoel dapat meningkatkan likuiditas saham perseroan di pasar modal. Akan tetapi, Alfred menilai harga saham rights issue Rp 480 cukup tinggi. Pada penutupan perdagangan saham kemarin, saham Bentoel ditransaksikan di level harga Rp 455 per saham.
"Harga rights issue Bentoel Rp 480. Kinerja PT Bentoel International Investama Tbk selama empat tahun ini rugi. Jadi bisa dibilang cukup besar gapnya dengan harga di pasar sekitar Rp 455 per saham. Ini ada potensi harga sahamnya koreksi karena pelaku pasar merasa lebih baik beli di pasar," ujar Alfred saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (19/4/2016).
Ia menambahkan, melihat kondisi tersebut, ada kemungkinan anchor investor yang akan eksekusi rights issue. Dalam keterbukaan informasi disebutkan kalau pemegang saham utama perseroan yaitu British Tobacco American Tobacco menjadi pembeli siaga.
Selain itu, Alfred juga menilai opsi rights issue merupakan pilihan terakhir untuk melunasi utang perseroan. "Pilihannya terbatas karena negatif ekuitasnya sudah cukup besar sekitar Rp 3 triliun. Jadi pemegang saham turut mengambil bagian untuk membayar utang ketimbang default," kata Alfred. (Ahm/Ndw)