Sukses

Incar Modal, Krakatau Steel Akan Lepas 4,9 Miliar Saham

PT Krakatau Steel Tbk akan melaksanakan penawaran saham terbatas atau rights issue pada kuartal IV 2016.

Liputan6.com, Jakarta - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk akan menambah modal dengan mekanisme Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)/rights issue.

Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (19/7/2016), perseroan akan melepas 4,99 miliar saham ke publik. Rencananya perseroan mengajukan pendaftaran rights issue kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) usai penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 25 Agustus 2016.

"Rights issue akan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari OJK. Rights issue akan dilaksanakan pada kuartal IV 2016," tulis manajemen PT Krakatau Steel Tbk dalam keterbukaan informasi ke BEI.

Perseroan akan menggunakan dana hasil rights issue untuk pemenuhan modal kerja proyek pembangunan hot strip mill#2 berkapasitas 1,5 juta ton. Selain itu juga modal untuk proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara 1x150 MW.

Sebelumnya Pemerintah menyetujui rencana penerbitan saham baru (rights issue) dari empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan total potensi dana Rp 14,3 triliun. Rencana rights issue ini merupakan bagian dari program privatisasi Kementerian BUMN 2016 untuk memperkuat permodalan perusahaan pelat merah.

Empat BUMN itu antara lain PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Jasa Marga Tbk, PT Pembangunan Perumahan (PP), dan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS).

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Aloysius Kiik Ro pernah merinci, potensi pengumpulan dana Rp 14,3 triliun itu berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) pemerintah sebesar Rp 9 triliun, dan sisanya Rp 5,3 triliun dari investor publik.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016, WIKA mendapat suntikan modal tunai sebesar Rp 4 triliun, Krakatau Steel tunai Rp 1,5 triliun, PP tunai sebesar Rp 2,25 triliun, dan Jasa Marga mengantongi PMN tunai Rp 1,25 triliun. Total Rp 9 triliun.