Liputan6.com, Jakarta - Seiring perhitungan suara pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), dan calon presiden dari partai Republik Donald Trump berpotensi menang membuat bursa berjangka Amerika Serikat (AS) tertekan.
Indeks saham berjangka Dow Jones merosot lebih dari 700 poin. Investor pun mengalihkan investasinya ke aset relatif aman seperti emas. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi kemungkinan Donald Trump jadi presiden AS.
Bursa saham global pun bergejolak. Tak hanya saham tetapi juga mata uang dan obligasi. Investor bereaksi terhadap kemungkinan calon presiden dari partai Republik AS tersebut dapat mengalahkan Hillary Clinton.
Investor fokus terhadap perhitungan suara pemilu AS. Donald Trump memimpin perolehan suara membuat investor memperhitungkan kembali peluangnya untuk kemenangan. Sedangkan pasar sudah mengantisipasi kemenangan calon presiden dari partai Demokrat Hillary Clinton.
Baca Juga
Indeks saham Dow Jones berjangka turun sekitar 800 poin atau 4,4 persen. Bila Dow Jones tetap melemah maka mendorong indeks saham Dow Jones menembus level terendahnya sejak 24 Juni. Saat itu juga secara mengejutkan Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa atau disebut Britain Exit (Brexit). Sebelumnya indeks saham Dow Jones sempat turun 777,68 poin pada 28 September 2008.
Dengan keunggulan Donald Trump juga mendorong kecemasan besar di pasar keuangan dunia. Investor dipaksa untuk mempertimbangkan kejutan dari pemilihan presiden AS.
"Kemenangan Trump menjadi sangat nyata. Trump telah mengenalkan banyak ketidakpastian mulai dari perdagangan, imigrasi, dan tarif," kata Brad McMillan, Chief Investment Officer Commonwealth Financial Network seperti dikutip dari laman USA Today, Rabu (9/11/2016).
Di pasar komoditas, harga emas naik hampir US$ 55 per ounce atau 4,3 persen ke level US$ 1.328,80.
"Pasar benar-benar tertekan dengan Donald Trump mendekati gedung putih. Padahal pasar selama beberapa hari ini telah antisipasi kemenangan Clinton meski namanya diseret dalam penyelidikan FBI soal email. Brexit harusnya menjadi peringatan untuk pasar, namun dilupakan," ujar Analis OANDA, Craig Erlam.
Advertisement