Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus merosot sejak pembukaan perdagangan saham sesi kedua Jumat pekan ini. Tekanan IHSG tersebut pun didorong saham-saham berkapitalisasi besar yang melemah.
Pada Jumat (11/11/2016) pukul 15.26 WIB, IHSG turun 188,76 poin atau 3,46 persen ke level 5.261,53. Indeks saham LQ45 merosot 4,35 persen ke level 885,89. Seluruh indeks saham acuan pun kompak tertekan. Investor asing melakukan aksi jual sekitar Rp 2,7 triliun.
Saham-saham berkapitalisasi besar pun tercatat alami penurunan tajam. Bahkan investor asing banyak menjual saham-saham berkapitalisasi besar. Saham-saham berkapitalisasi besar alami tekanan jual oleh investor asing antara lain saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) turun 5,01 persen ke level Rp 3.980 per saham, saham PT Astra International Tbk (ASII) merosot 6,02 persen ke level Rp 7.800 per saham.
Kemudian saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tergelincir 4,81 persen ke level Rp 10.875 per saham, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) susut 5,71 persen ke level Rp 11.975 per saham, dan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) merosot 7,17 persen ke level Rp 5.175 per saham.
Baca Juga
Selain itu, saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) tertekan 4,98 persen ke level Rp 41.525 per saham, saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) merosot 4 persen ke level Rp 3.840 per saham, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tergelincir 2,79 persen ke level Rp 14.800 per saham, dan saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) turun 4,89 persen ke level Rp 64.625 per saham.
Investment Specialist PT BNI Asset Management Akuntino menuturkan investor asing melakukan aksi jual saham berkapitalisasi besar karena lebih mudah lantaran lebih likuid. Saat ini, investor asing menurut Akuntino lebih memilih memegang kas terlebih dulu sambil melihat situasi. "Saham-saham kapitalisasi besar likuiditasnya tinggi," ujar Akuntino saat dihubungi Liputan6.com.
Sementara itu, Analis PT Investa Saran Mandiri menuturkan, investor asing merealisasikan keuntungan sehingga menekan IHSG.
Akuntino mengatakan, tekanan IHSG lebih didominasi dari sentimen global terutama terpilihnya Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat (AS). Hal itu mengejutkan pelaku pasar. Apalagi pelaku pasar khawatir dengan kebijakan Donald Trump.
"Kebijakan Donald Trump yang akan menaikkan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, dan menggantikan Yellen serta tingkatkan inflasi, bahkan akan mengurangi pajak membuat potensi aliran dana investor asing keluar," jelas Akuntino.
Ia menambahkan, sebelumnya gerak IHSG cenderung mendatar selama Oktober 2016. Hal itu lantaran belum ada sentimen yang mendominasi gerak IHSG. Kemudian program pengampunan pajak atau tax amnesty telah mendorong kenaikan IHSG sehingga membuat valuasi saham mahal. Namun, menurut Akuntino relinya IHSG belum diikuti dengan kinerja perusahaan.
"Kita sudah naik terlalu cepat tetapi fundamental belum. Laba perusahaan belum tinggi. Bank-bank memiliki NPL tinggi," kata dia.
Advertisement