Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih dalam tekanan selama sepekan. Aksi jual investor asing membebani laju IHSG.
Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Jumat (18/11/2016), IHSG turun 1,2 persen periode 11 November-18 November 2016. IHSG ditutup turun 22,90 poin atau 0,44 persen ke level 5.170,10 pada 18 November 2016 dari periode 11 November 2016 di kisaran 5.231.
Tekanan IHSG terjadi lantaran aksi jual investor asing cukup besar dalam sepekan. Total aksi jual investor asing di pasar saham sekitar US$ 235 juta atau Rp 3,14 triliun (asumsi kurs Rp 13.381 per dolar Amerika Serikat).
"Saham-saham berkapitalisasi kecil alami tekanan ketimbang saham kapitalisasi besar," seperti dikutip dari laporan Ashmore.
Advertisement
Baca Juga
Pada pekan ini, ada sejumlah sentimen baik global dan internal yang pengaruhi laju IHSG. Dari global, bursa Amerika Serikat cenderung menguat dalam sepekan usai kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden. Indeks saham acuan Amerika Serikat rata-rata naik 5,5 persen dalam sepekan.
Pelaku pasar pun berspekulasi bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pada Desember 2016. Kemungkinan kenaikan suku bunga tersebut mencapai 96 persen apalagi usai pernyataan pimpinan the Fed Janet Yellen.
Yellen mengatakan kepada kongres, kalau ekonomi AS sudah cukup kuat untuk hadapi kenaikan suku bunga segera. Hal ini semakin ditopang oleh CPI AS Oktober 2016 yang naik 1,6 persen secara year on year (YoY), menyentuh level tertinggi dalam dua tahun terakhir.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan di level 4,75 persen. Hal ini sesuai perkiraan konsensus mengingat ketidakpastian global dan aliran dana investor keluar dari pasar modal.
Pasar saham cenderung bergejolak usai kemenangan Donald Trump membuat alasan untuk memegang kas lebih besar. Namun, PT Ashmore Assets Management Indonesia melihat ada kesempatan untuk akumulasi saham yang masih menarik di tengah aksi jual investor asing. Portofolio saham tersebut terutama saham defensif terhadap pergerakan indeks.
Sementara itu, dalam riset PT Henan Putihrai menyebutkan kalau, volatilitas pasar diperkirakan masih berlanjut. Hal itu lantaran minimnya sentimen domestik dan potensi kenaikan suku bunga the Fed yang semakin meningkat.
Pihaknya pun merekomendasikan investor untuk kurangi posisi pada sektor ritel, industri dasar dan telekomunikasi atas dasar eksposure atau tekanan tinggi terhadap pelemahan rupiah.
"Kami juga merekomendasikan investor mengurangi bobot pada komoditas, lantaran penguatan dolar AS dapat kembali tekan harga komoditas," tulis riset tersebut.