Liputan6.com, Tokyo - Bursa Asia menguat mengekor Wall Street, sementara Yen sempat menguat usai terjadinya gempa kuat yang mengguncang wilayah utara Jepang.
Melansir laman Reuters, Selasa (22/11/2016), indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,53 persen, menarik saham Australia melaju sebesar 1,0 persen.
Advertisement
Baca Juga
Gempa yang mengguncang Jepang utara dan berpotensi tsunami tampaknya masih ditanggapi tenang oleh investor.
Indeks acuan Nikkei terhenti dan Yen bergerak naik terhadap dolar AS, namun masih mendekati level terendah dalam lima bulan meski sempat hit di awal sesi.
"Ini terlalu dini untuk mengatakan ... tapi tampaknya tidak ada banyak kerusakan, jadi saya pikir mata uang akan bergerak mundur sendiri," kata Stephen Massocca, Kepala Investasi Wedbush Equity Management LLC di San Francisco.
"Kecuali ada hal sesuai yang hilang dan ada beberapa kerusakan yang signifikan, dampak pada pasar akan tetap minimal," lanjut dia.
Sebelumnya, Wall Street menguat dengan tiga indeks besar pasar saham Amerika Serikat (AS) mencetak rekor tertinggi pada penutupan perdagangan.
Ini memperpanjang reli pasca-pemilu terdorong sektor energi dan saham komoditas lain dengan Facebook memimpin lonjakan kenaikan saham teknologi.
Indeks Dow Jones industrial average berakhir naik 88,76 poin atau 0,47 persen ke posisi 18.956,69. Sementara indeks S&P 500 naik 16,28 poin atau 0,75 persen menjadi 2.1,18.
Di sisi lain, harga minyak mentah dunia melonjak 4 persen mencapai posisi tertinggi dalam tiga minggu tinggi terangkat pertumbuhan keyakinan bahwa negara-negara penghasil utama minyak dunia akan menyetujui untuk membatasi output mereka.
Harga minyak berjangka Brent menetap di posisi US$ 48,90 per barel, naik US$ 2,04 atau 4,4 persen.
Sementara patokan minyak AS West Texas Intermediate (WTI) naik 4 persen menjadi US$ 47,49 per barel, naik US$ 1,80 setelah sempat ke posisi US$ 47,80 per barel.
Harga minyak Brent bahkan sempat menyentuh US$ 49 per barel. Harga minyak acuan London ini telah meningkat 11 persen dalam seminggu sejak Arab Saudi, pemimpin Organisasi Negara Pengekspor Minyak, mulai membujuk anggotanya untuk ikut dengan usulannya.