Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan selama sepekan periode 9 Desember-16 Desember 2016. Tekanan IHSG didorong dari saham-saham berkapitalisasi besar terutama infrastruktur.
Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, seperti ditulis Sabtu (17/12/2016), kinerja turun 1,4 persen dari level 5.308,13 menjadi 5.231,95.
Sektor infrastruktur telah menekan IHSG pada pekan ini yang dikontribusikan dari saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Saham PGAS turun 3,87 persen menjadi Rp 2.730 per saham untuk periode 13-16 Desember 2016.
Aksi jual investor asing juga terjadi pada pekan ini. Tercatat aksi jual investor asing mencapai US$ 182 juta atau sekitar Rp 2,43 triliun (asumsi kurs Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat).
Advertisement
Baca Juga
Dari data Bursa Efek Indonesia (BEI), rata-rata nilai transaksi harian perdagangan saham di BEI naik 23,86 persen menjadi Rp 8,93 triliun selama sepekan dari pekan lalu Rp 7,21 triliun.
Sejalan dengan kenaikan itu, rata-rata volume transaksi harian BEI periode 13-16 Desember juga naik 11,37 peren menjadi 12,44 miliar saham.
Sedangkan frekuensi transaksi harian saham turun menjadi 265,42 ribu kali. Kapitalisasi pasar saham turun 1,33 persen menjadi Rp 5.679 triliun.
Sedangkan di pasar obligasi atau surat utang menunjukkan indeks obligasi turun satu persen secara minggua. Imbal hasil obligasi pun kembali naik menjadi delapan persen.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pasar modal pada pekan ini. Seperti harapan pelaku pasar, the Federal Reserve atau bank sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 0,50 persen-0,75 persen.
The Fed pun memberikan sinyal lebih agresif untuk suku bunga pada 2017. Pimpinan the Fed Janet Yellen memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017. Dengan kenaikan suku bunga diharapkan mencapai 1,25 persen-1,50 persen pada akhir tahun depan.
Ini di atas harapan pelaku pasar yang perkirakan menaikkan suku bunga dua kali yaitu pertengahan dan akhir 2017. Kenaikan suku bunga the Fed mendorong imbal hasil surat berharga AS naik menjadi 2,6 persen pada Selasa pekan ini, dan tertinggi sejak 14 September.
Dari sentimen internal, data ekonomi menunjukkan pertumbuhan kredit mencapai 8,5 persen pada November 2016 secara year on year (YoY). Bank Indonesia (BI) pun merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi menjadi 4,9 persen pada 2016.
Untuk menyambut perdagangan saham akhir tahun ini ada sejumlah hal yang perlu dicermati. 2016 menjadi tahun yang penting terutama adanya sentimen global yang berdampak signifikan ke pasar keuangan global termasuk Indonesia.
Dari global, secara mengejutkan Inggris memutuskan keluar dari zona Eropa atau disebut Britain Exit (Brexit) dalam sebuah referendum pada Juni 2016. Kemudian hasil pemilihan umum Amerika Serikat (AS) dengan kemenangan Donald Trump pada November 2016 juga berimbas negatif ke pasar keuangan global.
Sedangkan dari Indonesia, pemangkasan suku bunga acuan hingga menjadi 4,75 persen, pelaksanaan program pengampunan pajak atau tax amnesty cukup pengaruhi pasar keuangan.
Konsolidasi pemerintahan Jokowi, dan kembalinya Sri Mulyani menjadi menteri keuangan dan demonstrasi di ibu kota Jakarta turut mewarnai laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2016.
Meski ketidakpastian muncul dalam dua bulan terakhir, laporan Ashmore menyebutkan keyakinan terhadap pasar modal Indonesia. Kinerja IHSG bakal tumbuh 14,6 persen secara year to date (Ytd). Indeks obligasi juga naik 13,4 persen.
"Peningkatan yang stabil terutama dilihat dari indikator ekonomi antara lain neraca perdagangan, inflasi telah menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan kinerja terbaik kedua di pasar negara berkembang bersama Thailand," tulis laporan Ashmore.
Saat memasuki 2017, pasar akan lebih berhati-hati dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, indonesia dinilai masih lebih baik untuk investasi ketimbang negara-negara lain di ASEAN.