Liputan6.com, Jakarta - Dampak kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di sejumlah negara menjadi perhatian perusahaan aset manajemen global. Dari sejumlah survei, perusahaan aset manajemen menilai ada sejumlah negara yang masih menarik untuk tempat berinvestasi, meski dibayangi kebijakan Donald Trump.
Dari survei yang dilakukan Bloomberg terhadap sejumlah perusahaan aset manajemen investasi global, portofolio pasar modal serta keuangan India dan Indonesia menjadi favorit pada 2017. Adapun Korea Selatan cenderung dihindari imbas terpilihnya Donald Trump.
Mata uang, obligasi atau surat utang, dan saham Indonesia dan India menjadi pilihan. Analis Mizuho Bank Ltd, Masakatsu Fukaya memilih mata uang rupee India dan rupiah. Ia menilai, India menjadi salah satu pilihan terbaik lantaran memiliki fundamental ekonomi yang baik.
"Ada ruang untuk pangkas suku bunga dan imbal hasil tinggi. Ini kondisi yang baik untuk menarik dana investasi asing ke Indonesia," ujar dia seperti dikutip dari laman Bloomberg, Sabtu (24/12/2016).
Baca Juga
Adapun BNP Paribas Sa merekomendasikan buy rupiah lantaran Indonesia memiliki imbal hasil tinggi dan didukung juga dari hasil komoditas.
Eastspring Investment juga melihat ada peluang investasi di rupiah dan rupee India. Sementara itu, Morgan Stanley dan Societe Generale SA melihat won masih tertekan pada 2017. Mata uang Korea Selatan itu sensitif terhadap kebijakan Donald Trump.
Untuk obligasi, HSBC Global Asset Management memilih obligasi Indonesia lantaran memiliki harga yang baik usai aksi jual yang terjadi baru-baru ini.
Advertisement
"Dengan kondisi sekarang, yaitu tanpa permintaan global dan banyak ketidakpastian terutama perdagangan global dan risiko ekonomi China melambat membuat posisi Indonesia lebih baik ketimbang negara lainnya di Asia," ujar Analis HSBC Global Asset Management, Binqi Liu.
Demikian juga direkomendasikan oleh Morgan Stanley untuk pasar obligasi pada 2017. Adapun saham, IG Asia memilih Indonesia, India dan Filipina.
"Di tengah pertumbuhan stabil dan ketidakpastian perdagangan pada 2017, fundamental ekonomi domestik menjadi paling menjanjikan," ujar Analis Jingyi Pan di Singapura.
Mata uang Korea Selatan Won dan yuan China diprediksi tertekan pada 2017. Analis Mizuho Fukaya melihat mata uang China yuan dan Korea Selatan Won belum menunjukkan tanda positif.
Credit Agricole melihat depresiasi yuan terjadi lantaran defisit neraca pembayaran yang signifikan. Sementara IG melihat, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan melambat ditambah kondisi politik tak pasti mempengaruhi Korea Selatan sehingga mempengaruhi pasar uangnya.