Sukses

Peringkat Layak Investasi RI Bakal Picu Pasar Obligasi Bergairah

Peringkat surat utang pemerintah Indonesia naik menjadi layak investasi oleh S&P akan memicu aliran dana investor asing masuk ke Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's (S&P) menyematkan peringkat layak investasi terhadap surat utang pemerintah Indonesia (sovereign). Ini menjadi katalis positif untuk investasi di Indonesia terutama portofolio investasi obligasi atau surat utang.

Pengamat obligasi I Made Saputra menuturkan, peringkat layak investasi untuk surat utang pemerintah dari S&P tersebut membuka peluang aliran dana investor asing masuk ke Indonesia.

Selain itu, peringkat layak investasi untuk surat utang pemerintah dari S&P, menurut Made juga membantu pemerintah menurunkan beban bunga utang obligasi baik dalam denominasi dolar Amerika Serikat dan rupiah.

"Setiap kenaikan satu notes dari BB+ menjadi BBB- bisa menurunkan sekitar 25 basis poin," ujar Made saat dihubungi Liputan6.com, yang ditulis Minggu (28/5/2017).

Made menambahkan, pemerintah juga mendapatkan manfaat dalam pendanaan sehingga bisa menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan penurunan beban bunga utang. "Cost of fund jadi turun," kata dia.

Ia menuturkan, instrumen investasi obligasi juga akan menarik dengan kenaikan peringkat utang Indonesia. Pelaku pasar menurut Made akan mendapatkan capital cain dari kenaikan harga.

Dengan peringkat utang layak investasi dari S&P tersebut akan mendorong aliran dana investor asing masuk ke pasar Indonesia sehingga mendorong permintaan surat utang pemerintah atau obligasi pemerintah. Ini juga akan berdampak ke harga obligasi lebih tinggi.

"Investor ada jaminan keamanan. Dengan S&P menaikkan peringkat utang jadi itu diakui internasional. Kondisi itu dorong capital gain dari kenaikan harga," kata Made.

2 dari 2 halaman

Efek Positif untuk Obligasi Korporasi

Made menambahkan, peringkat layak investasi tersebut juga akan berdampak positif untuk obligasi korporasi. Dengan imbal hasil surat utang negara (SUN) turun maka juga diharapkan berdampak dengan penurunan hasil surat utang korporasi. Namun menurut Made, penurunan imbal hasil atau yield obligasi korporasi tidak sebesar SUN.

Mengingat pelaku pasar juga lebih memperhatikan kinerja emiten atau korporasi yang akan terbitkan obligasi dan peringkat obligasi korporasi tersebut.

Made memperkirakan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga mendapatkan keuntungan dengan kenaikan peringkat utang Indonesia dari S&P. Ini dapat menjadi katalis positif untuk menerbitkan obligasi untuk pendanaan ekspansi usaha.

Made prediksi, sektor BUMN bergerak di sektor infrastruktur, konstruksi, bank, pembiayaan, pelabuhan, menjadi sektor menarik untuk obligasi korporasi. Apalagi saat ini pemerintah gencar membangun proyek infrastruktur. Dengan pendanaan lewat penerbitan obligasi jadi alternatif pembiayaan. Namun, ia mengakui penerbitan obligasi dari BUMN ukuran nilainya masih terbatas.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), penerbitan obligasi korporasi, sukuk mencapai Rp 27,49 triliun hingga 24 Mei 2017.

Sebelumnya PT Adhi Karya Tbk akan menerbitkan obligasi berkelanjutan senilai Rp 5 triliun. Pada tahap pertama, perseroan terbitkan obligasi sekitar Rp 3,5 triliun. Obligasi bertenor lima tahun itu memiliki kupon 8,75 persen-9,5 persen. Dana penerbitan obligasi akan digunakan untuk modal kerja salah satunya mendanai proyek light rail transit (LRT).

Perseroan telah menunjuk PT Bahana Sekuritas, PT BCA Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas dan PT Mandiri Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi obligasi.

Seperti diketahui, lembaga pemeringkat internasional Standard & Poors (S&P) menaikkan peringkat Indonesia menjadi layak investasi atau Investment Grade.

Dengan kenaikan peringkat menjadi layak investasi ini maka akan membuka jalan bagi masuknya aliran dana asing sehingga mendorong Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Peringkat surat utang pemerintah (sovereign) Indonesia diangkat dari BB+ menjadi BBB-. S&P juga melaporkan outlook diubah menjadi stabil.

S&P menilai momentum dalam ekonomi Indonesia telah meningkat tahun ini karena ekspor kembali pulih, dimana Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di angka 5,1 persen pada 2017.

Kenaikan pemeringkatan oleh S&P ini juga didukung dari keberhasilan program pengampunan pajak (tax amnesty) yang mampu memberikan menambah setoran pajak lebih dari US$ 11 miliar. Dana ini membantu mengurangi tekanan dalam anggaran dan menjadi sumber pemasukan untuk beberapa proyek infrastruktur.

Tahun lalu, pemerintah Indonesia memotong pengeluaran publik untuk memenuhi kenaikan defisit fiskal sebesar 3 persen dari PDB. Pemerintah juga membangun cadangan devisa ke level tertinggi sebesar US$ 123 miliar.

 

Â