Liputan6.com, Jakarta - Terkena pemeriksaan komisi pemberantasan korupsi (KPK) berdampak negatif untuk saham PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) pada awal pekan ini.
Berdasarkan data RTI pukul 15.12 WIB, Senin (17/7/2017) saham PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk turun 28 persen ke level Rp 72 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 6.578 kali dengan volume perdagangan 1,84 juta saham. Nilai transaksi harian saham sekitar Rp 14,4 miliar.
Sejak awal perdagangan saham, saham DGIK dibuka berada di zona merah, bahkan masuk saham top losers. Saham DGIK merosot 18 persen ke level Rp 82 per saham.
Advertisement
Baca Juga
Analis PT Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada menuturkan, ada kasus hukum yang dialami PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk secara tidak langsung berimbas negatif ke pergerakan harga saham DGIK. Hal itu lantaran pelaku pasar khawatir perseroan yang terkena kasus hukum dapat mempengaruhi bisnis perseroan.
"Dianggap oleh pelaku pasar bisa ganggu kinerja (PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk). Pasar cenderung bereaksi negatif. Apalagi yang terindikasi adalah perusahaan," ujar Reza saat dihubungi Liputan6.com.
Lebih lanjut ia menuturkan, tekanan terhadap saham DGIK ini hanya sementara. Diharapkan harga saham DGIK tidak menyentuh level Rp 50. Selain itu, meski manajemen perseroan telah memberikan penjelasan mengenai kasus hukum di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Reza menilai hal itu belum berdampak ke pasar.
Sebelumnya Manajemen PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) menyatakan kalau perseroan sedang dalam pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini terkait dengan pembangunan proyek Rumah Sakit Udayana yang dikerjakan oleh perseroan pada tahun anggaran 2009-2010.
Demikian mengutip keterangan tertulis perseroan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat 14 Juli 2017. Direktur Utama PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk, Djoko Eko Suprastowo membenarkan, saat ini perseroan tengah dalam pemeriksaan KPK.
"Hal ini terkait dengan pembangunan proyek Rumah Sakit Udayana yang dikerjakan oleh perseroan pada tahun anggaran 2009-2010," ujar dia.
Sebagai informasi, Djoko Eko menuturkan, pekerjaan gedung Rumah Sakit Udayana tersebut telah selesai. Kemudian diserahkan kepada pemberi kerja sesuai kontrak oleh Perseroan. Saat ini gedung itu telah digunakan oleh pihak Universitas Udayana sesuai kebutuhan dan keperluannya.
Djoko Eko selaku Direktur Utama yang diangkat pada 2016 menuturkan, pihaknya akan bersikap kooperatif dengan ada pemeriksaan KPK.
"Sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan KPK, Perseroan akan bersikap kooperatif dan terbuka dalam memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh KPK terkait proses yang sedang berjalan saat ini," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Djoko Eko menyatakan dukungan dan akan turut berpartisipasi bersama KPKÂ dalam mewujudkan tata kelola bisnis yang baik. Selain itu membuat dunia bisnis di Indonesia semakin baik dan terpercaya.
Djoko Eko juga menambahkan sejak dirinya bergabung dengan Perseroan, manajemen baru telah melakukan pembenahan dalam penerapan tindakan tata kelola Perseroan guna menciptakan kondisi kerja yang baik, bersih dan kondusif.
Terkait dengan kinerja bisnis Perseroan, Djoko Eko menyatakan proses yang melibatkan Perseroan saat ini diharapkan tidak mengganggu jalannya bisnis Perseroan.
"Dengan adanya proses ini, kami harapkan bisnis Perseroan akan tetap berjalan secara normal," tutur Djoko Eko.
Â
Â
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Â
Â
Â