Liputan6.com, Jakarta - PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) selaku induk dari PT Indo Beras Unggul (PT IBU) menampik penggunaan beras subsidi untuk produksi beras merek Maknyuss dan Cap Ayam Jago. Perseroan memproduksi beras berasal dari gabah yang dibeli dari mekanisme pasar.
Direktur PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, Jo Tjong Seng menerangkan, subsidi sendiri dibagi menjadi dua yakni subsidi input dan output. Subsidi input sendiri seperti subsidi bibit dan pupuk yang diberikan kepada petani. Sementara, subsidi output ialah subsidi beras sejahtera (rastra) yakni, subsidi yang diberikan untuk rumah tangga sasaran yang distribusinya melalui Perum Bulog.
Jo mengatakan, subsidi input berakhir ketika petani telah selesai memproduksi gabah. Gabah tersebut menjadi gabah umum yang bisa dibeli siapa saja.
Advertisement
"Subsidi input sudah selesai yang kami gunakan dari gabah yang beredar ataupun dipasarkan, yang kami beli gabah umum melalui mekanisme pasar," ujar dia saat paparan publik di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Selasa (25/7/2017).
Baca Juga
Dia juga menuturkan, perseroan tak menggunakan beras output. "Dan sudah ditegaskan dikonfirmasi juga beras subsidi output yaitu rastra sudah kami tegaskan tidak menggunakan beras rastra bahan baku produksi kami," jelas dia.
Dia menuturkan, hal tersebut wajar terjadi. Dia menuturkan, pelaku industri lain juga menerapkan sistem yang sama. "Demikian industri perberasan lain juga menggunakan pembelian gabah umum yang berada di pasar," ujar dia.
Sementara, terkait dugaan perseroan membeli beras medium menjadi beras premium, dia menjelaskan, beras medium dan premium sendiri dibedakan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Parameter itu berdasarkan fisik dan bukan berdasarkan jenis atau varietas beras. Itu bukan pula pada kandungan gizi.
"Beras IR64 dan beras lain bisa jadi medium premium sepanjang diukur standar parameter mutu fisik," ujar dia.
Sebelumnya, Tim Satuan Tugas (Satgas) Ketahanan Pangan dan Operasi Penurunan Harga Beras Mabes Polri menggerebek gudang beras milik anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk yaitu PT Indo Beras Unggul (IBU) pada Kamis 20 Juli 2017.
Kementerian Pertanian (Kementan) sebelumnya menyebutkan bahwa kerugian negara terkait dugaan pemalsuan dan pengoplosan beras subsidi di gudang beras milik PT IBU mencapai Rp 10 triliun.
"Hitungan kerugiannya seperti ini, yaitu harga beras di petani sekitar Rp 7.000/kg dan harga premium di konsumen sampai Rp 20.000/kg. Jika diasumsikan selisih harga ini minimal Rp 10.000/kg dengan pengkalian beras premium yang beredar 1,0 juta ton atau 2,2 persen dari beras 45 juta ton setahun, maka kerugian keekonomian ditaksir Rp 10 triliun," ujar Kepala Subbidang Data Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi, Ana Astrid dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu 22 Juli 2017.
Ana mengungkapkan ini menanggapi kabar jika ada kebohongan publik perihal kerugian negara terkait penggerebekan gudang PT IBU di Bekasi pada Kamis 20 Juli lalu.
Dia pun menjelaskan, yang dimaksud beras subsidi dimulai saat proses memproduksi beras tersebut. Terdapat subsidi input yaitu subsidi benih Rp 1,3 triliun dan subsidi pupuk Rp 31,2 triliun. Ini ditambah bantuan sarana dan prasarana bagi petani dari pemerintah yang nilainya dikatakan mencapai triliunan rupiah.
"Di luar subsidi input, ada juga subsidi beras sejahtera (Rastra) untuk rumahtangga sasaran (pra sejahtera) sekitar Rp 19,8 triliun yang distribusinya satu pintu melalui BULOG, dan tidak diperjualbelikan di pasar," jelas Ana.
Selain itu, PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk yang merupakan induk usaha PT Indo Beras Unggul (IBU) membantah pihaknya telah merugikan negara sangat besar terkait pengoplosan dan penimbunan beras bersubsidi.
Direktur Tiga Pilar Sejahtera, Jo Tjong Seng mengungkapkan apa yang dituduhkan kepada anak usahanya mengenai kecurangan dalam penjualan beras tersebut tidaklah benar.
"Kami sudah sampaikan kepada investor bahwa itu tidak benar. Kami sudah berikan update ke mereka mengenai tahapan produksi yang kita lakukan. Kami tegaskan kami tidak melakukan pelanggaran dan produksi masih normal," katanya di Jakarta, Sabtu 22 Juli 2017.
Dia menjelaskan, harga beras hasil produksinya selama ini lebih murah dari pasaran, karena kategori gabah yang perusahaan dapatkan berbeda dengan beras kualitas premium yang lainnya.
Selain itu, gabah yang kemudian diolah menjadi beras kualitas premium tersebut sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
"Jadi tidak ada upaya monopoli di sini. Gabah yang kami beli punya spesifikasi tersendiri jadi tidak bisa dibandingkan langsung dengan yang lan," tegas dia.
Â
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Â
Â