Liputan6.com, Jakarta - Tiga emiten rokok sudah merilis kinerja sepanjang semester I 2017. Kinerja keuangan emiten rokok cenderung stagnan sepanjang enam bulan pertama 2017.
Mengutip laporan keuangan yang disampaikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti ditulis Selasa (1/8/2017), PT Gudang Garam Tbk (GGRM) membukukan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik tipis 8,89 persen dari Rp 2,86 triliun menjadi Rp 3,12 triliun. Kenaikan laba ditopang pendapatan yang tumbuh 8,8 persen menjadi Rp 40,24 triliun.
Perseroan mencatatkan laba kotor naik 4,83 persen menjadi Rp 8,42 triliun sepanjang enam bulan pertama 2017. Perseroan mencatatkan penurunan pendapatan lainnya dari Rp 130,12 miliar menjadi Rp 37,28 miliar pada semester I 2017.
Advertisement
Perseroan mencatatkan penurunan beban lainnya dari Rp 11,80 miliar pada semester I 2016 menjadi Rp 2,79 miliar pada semester I 2017. Selain itu, perseroan alami penurunan rugi kurs dari Rp 12,25 miliar menjadi Rp 10,36 miliar pada semester I 2017.
Baca Juga
Dengan melihat kondisi itu, laba per saham perseroan naik menjadi Rp 1.624 pada semester I 2017 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 1.491.
Perseroan mencatatkan total liabilitas naik menjadi Rp 24,75 triliun pada 30 Juni 2017 dari periode 31 Desember 2016 sebesar Rp 23,38 triliun. Sedangkan ekuitas turun menjadi Rp 37,61 triliun pada 30 Juni 2017. Perseroan kantongi kas Rp 1,9 triliun.
Sementara itu, emiten rokok lainnya yaitu PT HM Sampoerna Tbk  membukukan penurunan kinerja yang tipis. Perseroan membukukan laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk melemah tipis 1,58 persen menjadi Rp 6,05 triliun pada semester I 2017.
Diikuti penjualan bersih perseroan turun 1,57 persen dari Rp 47,33 triliun pada semester I 2016 menjadi Rp 46,58 triliun pada semester I 2017. Laba kotor perseroan merosot 1,43 persen menjadi Rp 11,39 triliun.
Perseroan membukukan penurunan penghasilan lain-lain dari Rp 112,22 miliar pada semester I 2016 menjadi Rp 27,97 miliar pada semester I 2017. Selain itu, penghasilan keuangan turun menjadi Rp 410,36 miliar dari posisi Rp 445,97 miliar pada semester I 2017. Namun, beban penjualan perseroan turun menjadi Rp 2,81 triliun pada sepanjang enam bulan pertama 2017 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 3,01 triliun.
Dengan melihat kondisi itu, emiten rokok dengan kode saham HMSP mencatatkan laba per saham dasar dan dilusi turun menjadi Rp 52 pada semester I 2017 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 53.
Untuk total liabilitas, perseroan membukukan liabilitas naik menjadi Rp 13,63 triliun pada 30 Juni 2017 dari periode 31 Desember 2016 sebesar Rp 8,33 triliun. Sedangkan ekuitas merosot menjadi Rp 27,65 triliun pada 30 Juni 2017. Perseroan mengantongi kas mencapai Rp 9,82 triliun.
Â
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Â
Kinerja Wismilak Inti Makmur Lesu
Di antara emiten rokok yang sudah merilis kinerja semester I 2017, PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) mencatatkan kinerja lesu. Perseroan membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk turun 80,92 persen menjadi Rp 11,57 miliar pada semester I 2017.
Hal ini juga diikuti penurunan penjualan mencapai 15,72 persen menjadi Rp 760,67 miliar pada semester I 2017. Sedangkan laba kotor merosot 27,18 persen menjadi Rp 200,54 miliar pada semester I 2017 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 275,43 miliar.
Perseroan mencatatkan penurunan beban penjualan dari Rp 111,54 miliar pada semester I 2016 menjadi Rp 105,46 miliar pada semester I 2017. Sedangkan beban umum dan administrasi naik menjadi Rp 78,95 miliar pada semester I 2017 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 77,29 miliar.
Laba usaha perseroan turun 81,38 persen menjadi Rp 16,12 miliar pada semester I 2017. Laba per saham dasar perseroan turun menjadi 5,04 pada semester I 2017 dari periode semester I 2016 sebesar 27,75.
Mengutip riset PT Sinarmas Sekuritas, volume produksi rokok di Indonesia turun sekitar 8,8 persen secara year on year menjadi 146,6 miliar unit. Selain itu, perpindahan dari rokok sigaret kretek (SKT) menjadi sigaret kretek mesin (SKM) terus berlanjut. SKM masih mendominasi industri mencapai 77,1 persen dari total pasar. Ini lantaran penurunan di segmen SKT.
PT Sinarmas Sekuritas pun menempatkan prospek netral untuk sektor rokok. Ini lantaran penurunan volume melebihi dari yang diharapkan. Selain itu, melemahnya daya beli, dan momen puasa pada Juni 2017 juga turut mempengaruhi kenaikan rata-rata harga rokok. "Kami masih melihat secara volume industri rokok masih mendatar hingga akhir tahun. Kami pun tetap pertahankan prospek netral," tulis riset PT Sinarmas Sekuritas.
Â
Â
Â
Â
Â
Advertisement