Sukses

Saham Unggulan Bawa IHSG Cetak Rekor

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,37 persen selama sepekan periode 18 Agustus-25 Agustus 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat selama sepekan periode 18 Agustus-25 Agustus 2017. Saham unggulan menopang penguatan IHSG.

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (26/8/2017), IHSG naik 0,37 persen dari kisaran 5.893 pada 18 Agustus 2017 menjadi 5.915 pada 25 Agustus 2017. Saham-saham masuk jajaran LQ45 yang naik 0,56 persen membantu penguatan IHSG. Sementara itu, saham kapitalisasi menengah dan kecil cenderung tertekan. Meski demikian, investor asing masih melakukan aksi jual US$ 126 juta.

Di pasar surat utang atau obligasi, indeks surat utang atau obligasi naik 0,43 persen secara mingguan. Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun menguat menjadi 6,8 persen usai Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan BI. Investor asing melakukan aksi jual US$ 197 juta di pasar obligasi.

Adapun sejumlah sentimen bayangi pasar keuangan antara lain dari eksternal, pasar menunggu pidato pimpinan bank sentral Amerika Serikat (AS) Janet Yellen dan pimpinan bank sentral Eropa Mario Draghi di pertemuan Jackson hole. Pasar mengharapkan ada pernyataan soal pengurangan neraca oleh abnk sentral AS. Sementara itu, pasar menunggu sinyal indikasi kapan bank sentral Eropa kurangi pembelian obligasi.

Selain itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga mengancam akan menghentikan pemerintahan bila pendanaan pembangunan tembok perbatasan di Meksiko gagal. Trump ingin dana US$ 1,6 miliar untuk konstruksi pembangunan tembok perbatasan Meksiko yang telah ditolak.

Kini Trump menyarankan untuk memveto tagihan pengeluaran pada 30 September, jika tidak termasuk pembangunan tembok di perbatasan Meksiko. Ini bersamaan saat AS hadapi tenggat waktu untuk menaikkan batas utang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Kongres tidak menaikkan plafon utang dan berimplikasi pada agenda reformasi pajak.

Dari pasar komoditas, harga minyak diperdagangkan lebih rendah di kisaran US$ 47 per barel. Ini lantaran investor mempertimbangkn risiko kalau OPEC tidak menepati kesepakatannya untuk kurangi produksi. Hal itu mengingat kemungkinan persediaan AS turun.

Sentimen dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) secara tak terduga menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 4,5 persen. Penurunan suku bunga ini untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lesu dan ekonomi Indonesia.

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

Investasi Saham dan Obligasi Masih Menarik

Selain itu, BI juga merevisi target pertumbuhan kredit menjadi 8-10 persen dari target semula 10-12 persen. BI juga akan mengubah uang muka otomotif dan perumahan serta kaji peraturan likuiditas bank.

Ashmore Assets Management menilai, investasi di saham dan obligasi masih menarik di tengah suku bunga acuan yang rendah. Ada sejumlah kekhawatiran kalau langkah BI menurunkan suku bunga acuan dapat melemahkan rupiah dan menimbulkan likuiditas terbatas. Namun, menurut Ashmore, kekhawatiran itu tidak akan terjadi.

Hal itu mengingat, kestabilan rupiah menjadi faktor kunci BI untuk menurunkan suku bunga acuan. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada di kisaran 13.300-13.400 usai pemangkasan suku bunga acuan. Kedua, aliran dana investor mulai masuk usai 22 Agustus. Sebelumnya investor asing cenderung melakukan aksi jual pada Mei-Juli 2017. Sedangkan aliran dana ke pasar obligasi terus masuk sejak 22 Agustus.

Oleh karena itu, Ashmore melihat aset investasi di Indonesia masih lebih menarik di kawasan regional. Baik saham dan obligasi berpotensi naik dalam jangka waktu pendek hingga menengah. Investasi di pasar saham Indonesia pun jadi strategi tepat untuk saat ini.