Liputan6.com, Jakarta - PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) akan menggelar penawaran terbatas obligasi wajib konversi III dengan incar dana Rp 15 triliun.
Penerbitan itu dilakukan dengan mekanisme tanpa menerbitkan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau private placement.
Obligasi wajib konversi III itu dapat dikonversi menjadi saham seri C. Bila seluruh OWK III yang telah diterbitkan oleh perseroan dikonversi sepenuhnya menjadi saham seri C dengan nilai nominal Rp 100, pemegang saham akan alami dilusi kepemilikan 49,7 persen. Harga konversi OWK III sebesar Rp 100 per saham.
Advertisement
Obligasi wajib konversi III ini terdiri dari empat seri yang dilaksanakan dalam waktu maksimum dua tahun. OWK III tersebut terdiri dari empat seri antara lain OWK III seri I senilai Rp 500 miliar, seri II senilai Rp 500 miliar, seri III senilai Rp 300 miliar, dan seri IV senilai Rp 100 miliar.
Baca Juga
Dana hasil penerbitan OWK seri III akan digunakan perseroan untuk membiayai modal kerja, menyelesaikan kewajiban pembayaran dan belanja modal Perseroan.
Sebelum akhir korporasi ini, pemegang saham perseroan antara lain PT Global Nusa Data sebesar 27,40 persen, PT Bali Media Telekomunikasi sebesar 31,13 persen, PT Wahana Inti Nusantara sebesar 29,65 persen, publik sebesar 11,81 persen.
Perseroan melakukan aksi korporasi tersebut mempertimbangkan kinerja keuangan terutama beban bunga atas utang dan beban depresiasi.
Mengutip prospektus singkat perseroan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (17/10/2017), sejak 2011 hingga kini, Perseroan telah mengembangkan kegiatan usaha secara signifikan dengan menerapkan teknologi terkini di bidang telekomunikasi yang mampu bersaing dengan kompetitor di industri yang sama.
Hasilnya, perseroan mampu meningkatkan pendapatan hampir empat kali lipat dalam rentang 2011-2016 atau naik 31 persen per tahun.
Selain itu, perseroan juga menjadi operator pertama yang meluncurkan layanan komersial dengan teknologi 4G LTE pada semester II 2015.
Perseroan menambah cakupan infrastruktur jaringan secara terencana dan berkelanjutan setiap tahun. Jumlah base transceiver station (bts) bertambah dari 1.654 pada akhir 2010 menjadi 16.621 pada akhri 2016.
Meski pun alami pertumbuhan pendapatan signifikan sejak 2011, dan mencatatkan earning before interest and apreciation (EBITDA) sejak 2014, namun besarnya beban bunga atas utang dan beban depresiasi berdampak pada keuangan perseroan yang alami rugi hingga kini.
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi Perseroan yang masih alami kerugian pada 30 September 2017, perseroan mencatat ada modal kerja bersih negatif dan total kewajiban perseroan teolah mencapai lebih dari 80 persen dibandingkan total aset perseroan.
Hal ini sangat berpotensi membatasi pengembangan usaha berkesinambungan yang telah direncanakan Perseroan untuk mempertahankan dan sekaligus memperbaiki pertumbuhan pendapatan perseroan.
Oleh karena itu, PT Smartfren Telecom Tbk memerlukan suatu langkah optimalisasi pembiayaan untuk perbaiki kondisi keuangan dan guna mendapatkan dana segar untuk pengembangan kegiatan usaha lainnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: