Liputan6.com, Tokyo Bursa Asia turun dari level tertinggi pada pembukaan perdagangan hari ini, terpicu kekhawatiran tentang aksi jual di pasar saham China. Sementara nilai tukar dolar AS melemah.
Melansir laman Reuters, Selasa (28/11/2017), indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun. Indeks telah berada di uptrend sebagian besar tahun ini. Saham Australia naik 0,2 persen sementara Nikkei Jepang tergelincir 0,3 persen.
Advertisement
Baca Juga
Â
Kepercayaan investor di China telah berkurang akibat imbal hasil obligasi. Beijing melakukan tindakan keras terhadap shadow banking dan bentuk pembiayaan lainnya yang berisiko. Biaya pinjaman yang tinggi mengancam untuk menekan keuntungan perusahaan.
Saham Daratan telah melonjak 24 persen pada 2017. Dengan keuntungan terkonsentrasi di beberapa saham berbobot indeks besar.
"Aspek keluasan dan partisipasi masyarakat miskin ada di pihak berwenang China," kata Chris Weston, Kepala Strategi di IG Markets.
"Pertanyaannya adalah apakah penurunan lebih lanjut dalam ekuitas Cina daratan dan spillover ke Hong Kong berpotensi mempengaruhi Jepang, Korea dan Australia," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Â
Â
Nilai Tukar Dolar
Adapun nilai tukar Dolar Amerika Serikat (AS) terhadap yen menyentuh level 110.96 JPY, terpicu potensi penundaan kebijakan pemotongan pajak di AS. Euro berada pada tingkat konstan di posisi US$ 1,1906.
Presiden Donald Trump mendapat dukungan singkat semalam, usai men-tweet bahwa pemotongan pajak 'berjalan dengan sangat baik'. Tweet tersebut muncul setelah Trump bertemu dengan Senat dari Republik pada Senin.
Secara terpisah, Komite Senat Perbankan Senat mengadakan sidang pada Selasa ini, untuk mengkonfirmasi pencalonan Jerome Powell sebagai Gubernur Federal Reserve.
Pasar obligasi khawatir Fed akan menaikkan suku bunganya terlalu tinggi, membuat inflasi terlalu rendah dan pada akhirnya memperlambat ekonomi.
Di pasar komoditas, minyak mentah AS turun 26 sen menjadi US$ 57,85, setelah jatuh lebih dari satu dolar semalam.
Minyak mentah Brent bertahan di posisi US$ 63,84, tidak jauh dari puncaknya dalam dua setengah tahun mendekati US$ 64,65 per batel, yang sempat disentuh awal bulan ini.
Â
Advertisement