Sukses

Investor Asing Lepas Saham Unggulan, IHSG Tertekan

Aksi jual di saham-saham unggulan oleh investor asing menekan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama sepekan.

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah cukup signifikan selama sepekan. Aksi jual investor asing pada akhir bulan menjadi kontribusi tekanan terhadap IHSG.

Mengutip laporan PT Ashmorea Assets Management Indonesia, Jumat (1/12/2017), IHSG turun 1,8 persen dari posisi 6.067 pada 24 November 2017 menjadi 5.952,13 pada 30 November 2017.

IHSG tertekan itu didorong indeks saham LQ45 yang tergelincir 2,16 persen selalama sepekan. Investor cenderung melakukan aksi jual saham-saham unggulan. Selama sepekan, investor asing melakukan aksi jual sekitar US$ 662 juta.

Di pasar surat utang atau obligasi naik 0,3 persen selama sepekan. Imbal hasil surat utang pemerintah dalam 10 tahun menguat 6,51 persen. Investor asing membeli sekitar US$ 380 juta di pasar obligasi.

Ada sejumlah sentimen pengaruhi pasar keuangan baik dari eksternal hingga internal. Dari eksternal, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh melampaui harapan. Ekonomi AS tumbuh 3,3 persen pada kuartal III 2017. Angka ini lebih tinggi harapan pasar 3,2 persen.

Secara umum, pertumbuhan ekonomi tetap sama. Di atas angka produk domestik bruto (PDB) yang positif, penjualan rumah di AS secara tak terduga melebihi harapan. Penjualan rumah naik 6,2 persen menjadi 685 ribu pada Oktober 2017.

Sentimen lainnya datang dari the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS. Pimpinan the Fed memberikan sinyal kuat untuk kenaikan suku bunga pada Desember. Pimpinan the Federal Reserve Janet Yellen mengatakan penting untuk menaikkan suku bunga secara bertahap. Ini agar hadapi ekonomi yang "overheating" meski indikator menunjukkan tidak ada tanda itu.

Dalam pidato terakhirnya kepada Congress Joint Economic Committee, Yellen menuturkan jika the Fed terlalu lamban menaikkan suku bunga secara bertahap mungkin akan percepat kenaikan suku bunga. Ini dapat membawa ke resesi.

Terkait inflasi, Yellen mengatakan, kalau inflasi rendah bersifat sementara. Inflasi akan mencapai dua persen, seperti yang diharapkan the Fed. Dengan pernyataan Yellen memberi sinyal kuat kalau bank sentral siap meningkatkan suku bunga untuk ketiga kalinya pada Desember.

Calon pengganti Yellen yaitu Jerome Powell menyatakan kalau pihaknya tetap mempertahankan kebijakan moneter seperti pendahulunya. Pihaknya akan menaikkan suku bunga secara bertahap dalam dua tahun ke depan.

Powell menyatakan kalau sekarang saatnya mencatat perubahan dan membuat peraturan lebih efisien dan tidak memberatkan. Terkait pemilihan sebagai pimpinan the Federal Reserve, Powell tampaknya akan hadapi jalan relatif mulus.

Proses reformasi pajak di Amerika Serikat pun ada kemajuan. Usulan reformasi pajak itu pun lulus dalam pemungutan suara senat. Jika senat menyetujui maka Rancangan Undang-Undang (RUU) itu akan kembali ke DPR.

Dari Eropa, rencana pemisahan Inggris dari Uni Eropa atau Britain Exit (Brexit) akan telan biaya lebih besar. Penawaran biaya "perpisahan" mencapai 50 miliar euro kepada Inggris.

Pelaku pasar juga mencermati situasi di Korea Utara. Ancaman nuklir Korea Utara kembali meningkat. Korea Utara klaim telah menguji rudal balistik antar benua.

Dari sentimen internal, Presiden Joko Widodo meminta bankir dan pebisnis tetap optimistis terhadap ekonomi. Hal itu disampaikannya pada saat Annual Bankers Dinner.

Jokowi menuturkan, pemerintah akan terus melanjutkan usaha untuk perbaiki ekonomi domestik dengan menekankan tiga hal yaitu memerangi pungutan liar, memotong birokrasi dan mempercepat pembangunan infrastruktur. Sentimen tersebut baik eksternal dan internal pengaruhi IHSG.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Lalu apa yang terjadi ke depan? Salah satunya yang disorot yaitu pergerakan rupiah adpa 2018. Bank Indonesia terus mengumpulkan cadangan devisa untuk menjaga mata uang tetap stabil.

Pada 17 Oktober, cadangan devisa mencapai US$ 126,5 miliar yang merupakan cadangan devisa tertinggi dalam lima tahun. Ashmore melihat, Indonesia merupakan salah satu negara rentang terhadap suku bunga.

Mengingat kenaikan suku bunga telah terjadi sementara waktu, Ashmore melihat kalau tindakan lebih baik tidak menaikkan suku bunga menjelang tahun politik. Apalagi Indonesia masih alami defisit transaksi berjalan.

Lalu apa jadi katalis untuk stabilitas? Dilihat dari pasar obligasi, imbal hasil obligasi Indonesia 6,6 persen tetap menarik dibandingkan negara lain. Mirip dengan negara berkembang lainnya, tren inflasi masih rendah dan volatilitasnya terkendali.

Indonesia pun diperkirakan masih catatkan inflasi terkendali pada 2018. Ini didukung inflasi rendah, kredit dan fiskal. Imbal hasil investasi di Indonesia diperkirakan masih menarik meski suku bunga the Federal Reserve naik.