Liputan6.com, Jakarta - Harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS)/PGN tertekan pada perdagangan saham Rabu pekan ini. Analis menilai tekanan saham PGAS didorong sejumlah sentimen negatif terutama kinerja perseroan dan pembentukan holding migas.
Berdasarkan data RTI, Rabu (6/12/2017), saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) melemah 3,36 persen ke posisi Rp 1.580 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 5.088 kali dengan nilai transaksi Rp 108,1 miliar. Saham PGAS sempat berada di level tertinggi 1.650 dan terendah 1.555.
Analis PT OSO Securities Riska Afriani menilai, harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk tergelincir sejak Februari 2017. Melihat data RTI, harga saham PGAS sempat sentuh level tertinggi pada Februari 2017 di kisaran 3.050 pada 7 Februari kemudian ditutup di kisaran 2.900. Hingga terus tertekan pada semester II 2017. Bahkan saham PGAS sentuh level terendah pada Oktober 2017 di posisi 1.410 pada 6 Oktober 2017.
Advertisement
Baca Juga
"Harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk cenderung tertekan bahkan sudah turun sekitar 39 persen sepanjang 2017. Mulai turun pada Februari kemudian Oktober. Harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk sudah mulai naik tapi belum cukup kuat dari kinerja," jelas Riska saat dihubungi Liputan6.com.
Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 59,53 persen dari US$ 241,99 juta pada September 2016 menjadi US$ 97,91 juta pada September 2017.
Pendapatan perseroan naik tipis menjadi US$ 2,16 miliar hingga akhir September 2017 dari periode sama tahun sebelumnya US$ 2,15 miliar.
Selama periode Januari-September 2017, perseroan menyalurkan gas bumi sebesar 1.502 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Adapun perinciannya, sepanjang kuartal III/2017 volume gas distribusi sebesar 767 MMscfd, dan volume transmisi gas bumi sebesar 736 MMscfd.
"Biasanya saham LQ45, sahamnya naik kalau kinerjanya cukup baik. Banyak institusi ambil sahamnya. PGAS laba turun 59 persen dan pendapatan naik tipis. Penurunan laba bersih itu disikapi oleh pelaku pasar," jelas dia.
Riska menuturkan, ada sejumlah sentimen negatif yang membayangi pergerakan harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Pertama, rencana pemerintah menurunkan harga gas dari pemerintah. Kedua, menurut Riska, volume penjualan gas lebih kecil mendorong pendapatan perseroan sedikit turun.
Ketiga, persepsi pelaku pasar terhadap pembentukan holding di sektor minyak dan gas (Migas) juga mempengaruhi harga saham PGAS. Pemerintah menargetkan terbentuknya holding migas pada 2018. Menurut Riska, pembentukan holding memiliki sisi positif dan negatif untuk PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
"Saat holding tambang terbentuk antara lain PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Aneka Tambang Tbk juga tertekan. Pembentukan holding (migas) nanti seperti apa," kata Riska.
Riska menuturkan, pembentukan holding migas ada positif dan negatifnya untuk PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Positif pembentukan holding, menurut Riska seperti dengan holding tambang menciptakan efisiensi dan sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lebih ditingkatkan sehingga harga lebih bersaing.
"Bagi PT Perusahaan Gas Negara Tbk ini jadi perluas jaringan migas dan meningkatkan kinerja Perseroan. PT Perusahaan Gas Negara Tbk juga bisa langsung pinjam modal ke induk usaha," ujar Riska.
Riska menambahkan, bila Pertamina menjadi induk holding migas sehingga PT Perusahaan Gas Negara Tbk harus meminta izin dulu bila membuat aksi korporasi yang material. Sebelum terbentuk holding, PT Perusahaan Gas Negara Tbk juga lebih bebas eksplorasi.
"Sentimen holding membuat harga saham PGAS tertekan karena timbul kekhawatiran pelaku pasar. Akan tetapi juga harganya saham tertekan lebih kepada potensi penurunan kinerja perseroan (2017)," kata dia.
Riska pun merekomendasikan hold saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk dengan target harga Rp 1.720 pada akhir 2017.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Akuisisi Pertagas ke PLN, Langkah Awal Holding Migas
Sebelumnya PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) menyatakan terus berkomitmen mendukung program pemerintah di sektor energi. Salah satu di antaranya adalah rencana pemerintah untuk merealisasikan pembentukan holding BUMN.
"Kami berkeyakinan pembentukan holding BUMN dalam upaya melakukan konsolidasi pengelolaan gas bumi akan memberikan banyak manfaat bagi negara dan masyarakat banyak," kata Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama, di Jakarta, Rabu 6 Desember 2017.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN memiliki rencana untuk membentuk holding BUMN energi. Saat ini, selain PT PGN, BUMN energi yang ada di Indonesia adalah PT Pertamina (Persero). Rencananya, Kementerian BUMN memproyeksikan PT Pertamina sebagai induk holding migas.
Menurut Hutama, pada dasarnya PGN meyakini semangat pembentukan holding migas ini untuk mencegah dualisme pengelolaan hilir gas bumi domestik. "Pembentukan holding migas ini tentu sebagai salah satu cara menghindari duplikasi pengelolaan hilir gas bumi," kata Hutama.
Saat ini, Pertamina memiliki anak usaha yang juga bergerak di bidang usaha gas bumi, yakni PT Pertagas. "Dengan holding ini, Pertagas akan dilebur ke PGN, kemudian PGN menjadi anak usaha dari PT Pertamina," ujar Hutama. Hal ini mutlak dilakukan untuk mencapai tujuan holding.
Pernyataan Hutama merujuk skema yang pernah disampaikan oleh Kementerian BUMN dalam berbagai kesempatan. Menurut skema tersebut, saham seri B milik negara di PGN yang mencapai 57 persen akan dialihkan ke Pertamina. Sementara itu, 100 persen saham Pertagas akan dialihkan ke PGN.
PGN melihat penyatuan Pertagas ke PGN ini akan menjadikan satu entitas yang solid untuk mendukung pengelolaan energi nasional. "Selain dapat mempercepat pembangunan infrastruktur gas yang terintegrasi, penyatuan ini dapat mencapai distribusi gas yang lebih merata," kata Hutama.
Meski demikian, sebagai perusahaan milik negara sekaligus perusahaan public yang tunduk terhadap peraturan OJK dan juga harus bertanggung jawab kepada pemegang saham minoritas, PGN menunggu proses yang masih berlangsung di pemerintah.
"Saat ini kami masih menunggu arahan dan terus berkoordinasi dengan pihak Kementerian BUMN terkait rencana PGN ke depan," tutup Hutama.
Advertisement