Liputan6.com, Jakarta - Harga saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi atau BUMN konstruksi berpeluang menguat pada 2018 usai merosot tajam pada 2017. Hal itu didorong kekhawatiran investor mereda terhadap pendanaan proyek infrastruktur yang dilakukan oleh BUMN konstruksi.
Analis PT OSO Securities Riska Afriani menilai, pemerintah berupaya menyelesaikan proyek infrastruktur pada 2019. Proyek infrastruktur berjalan lancar dan selesai dapat mendorong kepercayaan masyarakat. Riska menambahkan, penyelesaian proyek infrastruktur juga menjaga kondisi politik dan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah juga akan berupaya mendanai proyek infrastruktur hingga selesai.
"Kementerian Keuangan akan mengusahakan pendanaan untuk biaya infrastruktur. Ini sudah keluarkan global bond untuk kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) awal tahun. Ada potensi terbitkan surat utang negara lagi," ujar Riska saat dihubungi Liputan6.com.
Advertisement
Baca Juga
Riska menuturkan, pelaku pasar perlu diyakinkan oleh pemerintah terkait pendanaan untuk proyek infrastruktur yang dibangun BUMN Konstruksi. Hal itu agar beri kepercayaan sehingga pelaku pasar dapat merespons positif kembali saham BUMN konstruksi.
"Tahun depan ada potensi saham BUMN konstruksi rebound. Ini target penyelesaian infrastruktur 2019. Ini tidak mungkin mangkrak di tengah jalan. Pemerintah akan maksimalkan kepercayaan masyarakat. Masalahnya harus diyakinkan hal itu (pendanaan)," kata Riska.
Harga saham BUMN konstruksi tertekan sepanjang 2017. Hal itu didorong kekhawatiran pelaku pasar terhadap pendanaan proyek infrastruktur yang dikerjakan BUMN konstruksi. Lantaran pelaku pasar melihat arus kas BUMN konstruksi yang seret.
Harga saham PT PP Tbk (PTPP) merosot 35,70 persen, saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) tergelincir 30,30 persen, saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) turun 23,33 persen, saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) tergelincir 14,90 persen.
Ini juga diikuti dengan penurunan harga saham anak usaha BUMN konstruksi lainnya yaitu saham PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) merosot 31,89 persen, saham PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) tergelincir 36,97 persen dan saham PT Presisi Tbk (PPRE) turun 14,42 persen.
"Adanya kekhawatiran investor terhadap cashflow emiten konstruksi. Tidak ada masalah crucial," ujar dia.
Riska menuturkan, saham BUMN konstruksi masih menarik ke depan. Apalagi dengan harga sahamnya yang tertekan, Riska mengatakan pelaku pasar dapat mencicil beli saham BUMN konstruksi. "Beli berdasarkan timing," ujar dia.
Ia pun merekomendasikan beli saham BUMN konstruksi antara lain WSKT dengan target harga saham Rp 2.510, saham ADHI dengan target harga saham Rp 2.550, saham PTPP dengan target harga saham Rp 3.300, dan saham WIKA dengan target harga saham Rp 2.370. "Itu target harga saham untuk long term minimal satu tahun," kata Riska.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Investor Khawatir Arus Kas, Harga Saham BUMN Konstruksi Anjlok
Sebelumnya harga saham emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi atau BUMN konstruksi cenderung tertekan sepanjang 2017. Meski pemerintah genjot pembangunan infrastruktur yang berdampak ke kinerja BUMN konstruksi, namun pelaku pasar khawatir dengan pendanaan proyek itu.
Berdasarkan data RTI, seperti ditulis Jumat 8 Desember 2017, harga saham BUMN konstruksi sempat kompak menguat pada perdagangan saham Kamis 7 Desember 2017. Saham PT PP Tbk (PTPP) naik 2,08 persen, saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) menguat 2,81 persen, saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mendaki 4,55 persen, saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) melonjak 2,02 persen.
Demikian juga anak usaha BUMN konstruksi tersebut antara lain saham PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) naik 3,28 persen, saham PT PP Presisi Tbk (PPRE) naik 1,1 persen dan saham PT Wijaya Karya Beton Tbk menguat 1,9 persen.
Analis PT OSO Securities Riska Afriani menuturkan, penguatan saham emiten BUMN konstruksi masih wajar karena merupakan rotasi sektoral. Apalagi saham emiten BUMN konstruksi sudah turun tajam. Sentimen positif lainnya juga berasal dari pemerintah keluarkan global bond terkait pendanaan infrastruktur yang cukup besar.
"Ini technical rebound. Akan tetapi ada potensi penurunan lanjutan," ujar Riska saat dihubungi Liputan6.com.
Bila melihat pergerakan saham emiten BUMN konstruksi selama 2017, harga sahamnya cenderung tertekan. Harga saham PTPP merosot 35,70 persen, saham WIKA tergelincir 30,30 persen, saham WSKT turun 23,33 persen, saham ADHI tergelincir 14,90 persen.
Ini juga diikuti dengan penurunan harga saham anak usaha BUMN konstruksi lainnya yaitu saham WSBP merosot 31,89 persen, saham WTON tergelincir 36,97 persen dan saham PPRE turun 14,42 persen.
Riska menuturkan, harga saham BUMN konstruksi tertekan lantaran kekhawatiran pelaku pasar terhadap pendanaan infrastruktur. Investor khawatir bila proyek infrastruktur yang dikerjakan BUMN konstruksi itu tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Riska mencontohkan arus kas PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Perseroan mencatatkan arus kas bersih digunakan untuk aktivitas operasi minus Rp 5,08 triliun hingga September 2017.
Kemudian PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mencatatkan arus kas bersih untuk aktivitas operasi minus Rp 3,02 triliun, PT PP Tbk bukukan arus kas bersih minus Rp 1,52 triliun, dan PT Wijaya Karya Tbk sebesar Rp 2,69 triliun.
"Adanya kekhawatiran investor terhadap cashflow emiten konstruksi. Tidak ada masalah crucial, ujar dia.
Advertisement