Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi usai the Federal Reserve atau bank sentral AS menaikkan suku bunga. Sektor saham keuangan menekan indeks saham S&P 500 usai the Fed menaikkan suku bunga.
Pada penutupan perdagangan saham Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones naik 80,63 poin atau 0,33 persen ke posisi 24.585,43. Indeks saham S&P 500 susut 1,26 poin atau 0,05 persen ke posisi 2.662,85. Sementara itu, indeks saham Nasdaq bertambah 13,48 poin atau 0,2 persen ke posisi 6.875,80.
Sentimen the Federal Reserve membayangi pasar saham. Suku bunga the Fed naik sebanyak tiga kali pada 2017. Dengan kenaikan 0,25 persen pada pertemuan kebijakan akhir tahun the Fed pada Desember 2017. Pada pertemuan itu, the Fed prediksi pertumbuhan ekonomi naik menjadi 2,5 persen pada 2018 dari semula 2,1 persen.
Advertisement
Baca Juga
Indeks saham Dow Jones dan Nasdaq mampu menguat akan tetapi indeks saham S&P 500 melemah tipis usai the Fed memberikan pernyataan.
Indeks saham S&P 500 tertekan didorong saham bank. Indeks sektor saham keuangan turun 1,3 persen. Investor mengharapkan the Fed dapat kembali agresif.
"Ini pernyataan dovish (sesuai perkiraan dan harapan pasar) yang positif untuk aset berisiko. Namun pasar juga khawatir jika the Fed menarik kembali," ujar Bill Stone, Chief Investment Strategist PNC Wealth Management, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (14/12/2017).
Selain itu, sektor saham barang konsumsi menjadi salah satu sektor catatkan penguatan terbesar di antara sektor saham lainnya di indeks S&P 500. Sektor saham konsumsi naik 0,5 persen. Sedangkan sektor saham utilitas naik 0,3 persen.
Investor juga fokus terhadap perkembangan proses reformasi pajak. Investor memperhatikan bagaimana partai Republik dapat mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) reformasi pajak dapat terwujud. Sebelum sentimen the Fed, anggota kongres partai Republik mengatakan sudah raih kesepakatan terkait hukum pajak.
"Pasar juga bereaksi kemungkinan kongres punya rencana memasukkan reformasi pajak kepada Presiden AS Donald Trum pada akhir 2017," kata Quincy Krosby, Chief Market Strategist Prudential Financial.
Volume perdagangan saham pun tercatat sekitar 6,77 miliar saham di wall street. Angka ini di bawah rata-rata perdagangan saham 6,53 miliar saham selama 20 sesi perdagangan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
The Fed Dongkrak Suku Bunga
Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) menaikkan suku bunga 0,25 persen. Hal ini sudah diperkirakan oleh banyak pihak.
Akan tetapi, kebijakan the Fed tetap menaikkan suku bunga kembali pada 2018. Ekonomi pun diproyeksikan tumbuh lebih cepat.
Kebijakan the Fed tersebut merupakan masuk dari kebijakan akhir tahun 2017. Ini juga didorong dari data ekonomi relatif baik. Ini merupakan realisasi bagi bank sentral yang berjanji untuk melanjutkan pengetatan kebijakan moneter secara bertahap.
Setelah menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017, the Fed diproyeksi akan naikkan suku bunga sebanyak tiga kali masing-masing pada 2018 dan 2018. Sebelum angka 2,8 persen tercapai dalam jangka panjang. Kebijakan itu tidak berubah sejak September.
"Aktivitas ekonomi meningkat dengan tingkat yang solid. Kenaikan data lapangan kerja yang solid,"ujar the Fed's policy committee dalam sebuah pernyataan.
Adapun tingka suku bunga the Fed naik 1,25 persen menjadi 1,5 persen pada pertemuan kebijakan the Fed pada Desember 2017. Sentimen itu pun berdampak positif ke bursa saham AS atau wall street.Namun imbal hasil surat berharga AS jadi tertekan.
Pejabat the Fed juga mengakui kalau ekonomi telah meningkat pada 2017. Ini ditunjukkan dari kenaikan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat pengangguran di masa mendatang.
Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan tumbuh 2,5 persen pada 2018. Angka ini naik dari perkiraan 2,1 persen pada September. Sementara itu, tingkat pengangguran turun menjadi 3,9 persen pada 2018 dibandingkan proyeksi terakhir 4,1 persen.
Namun inflasi tetap 2 persen,seperti target the Fed. Namun ada potensi inflasi kembali melemah sehingga menimbulkan kekhawatiran the Fed tidak melihat alasan untuk percepat kenaikan suku bunga yang diharapkan.
Ini berarti, reformasi pajak oleh Presiden AS Donald Trump jika disahkan Kongres akan berlaku tanpa bank sentral merespons dengan bentuk tingka suku bunga dan kekhawatiran lonjakan inflasi yang tinggi.
"Ini menunjukkan setidaknya beberapa anggota the Fed tidak melihat alasan untuk mempertahankan suku bunga dengan ekonomi tumbuh lebih kuat," ujar Kate Warne, Investment Strategist Edward Jones seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (14/12/2017).
Adapun pejabat the Fed melihat tingkat suku bunga naik menjadi 3,1 persen pada 2020. Angka ini di atas target yang diharapkan the Fed 2,8 persen. Ini mengindikasikan kemungkinan kekhawatiran tentang kenaikan tekanan inflasi dari waktu ke waktu.
The Fed juga menyatakan tetap konsisten untuk mengurangi neraca. Pihaknya tidak investasikan kembali surat berharga dan aset berupa sekuritisasi masing-masing US$ 12 miliar dan US$ 8 miliar per bulan.
Advertisement