Liputan6.com, Jakarta - Wall Street tertekan pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Pelemahan bursa saham di Amerika Serikat (AS) ini dipicu kekhawatiran tidak mulusnya reformasi perpajakan yang sedang diusulkan oleh Partai Republik.
Mengutip Reuters, Jumat (15/12/2017), Dow Jones Industrial Average turun 76,77 poin atau 0,31 persen ke level 24.508,66. Untuk S&P 500 kehilangan 10,84 poin atau 0,41 persen menjadi 2.652,01. Sedangkan Nasdaq Composite turun 19,27 poin atau 0,28 persen menjadi 6.856,53.
Saat ini satu-satunya yang ditunggu oleh pelaku pasar adalah rencana reformasi perpajakan AS. Segala sesuatu yang menghambat rencana tersebut bisa sangat mempengaruhi gerak bursa saham.
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya memang ada sentimen lain seperti kenaikan suku bunga. Tetapi setelah Bank Sentral AS telah mengumumkan kenaikan suku bunga maka tidak ada lagi sentimen lain yang bisa mempengaruhi pergerakan bursa saham selain rencana perombakan skema perpajakan tersebut.
"Reformasi perpajakan menjadi katalis terakhir di tahun ini. Setiap pergerakan pasti akan mempengaruhi gerak pasar," jelas analis Robert W. Baird di Milwaukee, Robert W. Baird.
Penurunan harga saham karena ketakutan tidak berjalan mulusnya reformasi perpajakan ini cukup dalam. Sebenarnya, Wall Street bisa bergerak positif karena adanya data penjualan ritel AS yang membaik dan di atas perkiraan para analis. Tetapi data yang positif tersebut tak mampu membawah bursa saham AS. bergerak di zona hijau.
Secara rinci, pelemahan indeks S&P 500 terbesar dipengaruhi oleh saham di sektor kesehatan yang turun 1,1 persen. Penurunan di sektor ini juga karena sebelumnya telah mengalami penguatan yang cukup besar sehingga investor merealisasikan aksi ambil untung.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bunga The Fed
Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) menaikkan suku bunga 0,25 persen. Hal ini sudah diperkirakan oleh banyak pihak.
Akan tetapi, kebijakan the Fed tetap menaikkan suku bunga kembali pada 2018. Ekonomi pun diproyeksikan tumbuh lebih cepat.
Kebijakan the Fed tersebut merupakan masuk dari kebijakan akhir tahun 2017. Ini juga didorong dari data ekonomi relatif baik. Ini merupakan realisasi bagi bank sentral yang berjanji untuk melanjutkan pengetatan kebijakan moneter secara bertahap.
Setelah menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017, the Fed diproyeksi akan naikkan suku bunga sebanyak tiga kali masing-masing pada 2018 dan 2019. Sebelum angka 2,8 persen tercapai dalam jangka panjang. Kebijakan itu tidak berubah sejak September.
"Aktivitas ekonomi meningkat dengan tingkat yang solid. Kenaikan data lapangan kerja yang solid,"ujar the Fed's policy committee dalam sebuah pernyataan.
Adapun tingka suku bunga the Fed naik 1,25 persen menjadi 1,5 persen pada pertemuan kebijakan the Fed pada Desember 2017. Sentimen itu pun berdampak positif ke bursa saham AS atau wall street.Namun imbal hasil surat berharga AS jadi tertekan.
Pejabat the Fed juga mengakui kalau ekonomi telah meningkat pada 2017. Ini ditunjukkan dari kenaikan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat pengangguran di masa mendatang.
Advertisement