Sukses

Produsen Es Krim Campina Jalani Debut di BEI

PT Campina Ice Cream Industry Tbk akan catatkan saham di BEI dengan kode saham CAMP.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan pengolahan es krim PT Campina Ice Cream Industry Tbk menjadi pendatang baru di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham perseroan akan tercatat di BEI sebagai emiten ke-35 di tahun 2017 pada Selasa (19/12/2017).

Dikutip dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), perusahaan yang tercatat dengan kode saham CAMP ini melepas 885 juta saham ke publik. Harga penawaran sebesar Rp 330 dengan nominal Rp 100. Pada aksi korporasi ini, perseroan menunjuk PT Shinhan Sekuritas Indonesia sebagai pelaksana penjamin emisi.

Sebelumnya, Presiden Direktur Campina Ice Cream Industry Samudera Prawirawidjaja mengatakan, dana hasil penawaran saham tersebut akan digunakan untuk pelunasan pokok utang senilai Rp 260 miliar. Lalu, sisanya untuk modal kerja.

"Untuk modal kerja, kita masih melihat situasi pasar," kata dia.

Sementara itu, Presiden Direktur Shinhan Sekuritas Made Windi Wijaya menuturkan, dana hasil IPO PT Campina Ice Cream Industry Tbk sekitar Rp 300 miliar. Dia mengatakan, perseroan berencana mempercepat pelunasan utang tersebut.

"Itu pelunasan pokok utang sisa itu saja, dari Swiss Life Insurance Singapura. Jatuh tempo 2021 kita memiliki hak percepatan pokok utang tersebut," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

BEI dan OJK Godok Aturan Penjatahan Saham

Sebelumnya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji aturan terkait penjatahan saham. Aturan ini ditujukan agar perdagangan saham lebih likuid.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat mengatakan, pihaknya bersama dengan OJK merumuskan porsi penjatahan pasti (fixed allotment) dan penjatahan terpusat (polling allotment).

Menurut Samsul, penjatahan pasti cenderung untuk investor institusional, sementara penjatahan terpusat untuk investor ritel.

"Kami sedang kaji masalah alokasi pooling sama fixed bersama dengan OJK. Memang porsi pemilikan fixed-nya sekarang waktu alokasi kadang-kadang terlalu fixed terlalu besar, pooling yang dijual ke masyarakat terlalu kecil. Sehingga harganya enggak bergerak. Kita coba ini untuk di-review diperbaiki," jelas dia di BEI Jakarta, Selasa 4 Desember 2017.

Samsul menuturkan, selama ini ketentuan tersebut tak diatur. Menurut Samsul, alokasi untuk publik mesti besar sehingga mendorong perdagangan saham.

"Pengalokasian nanti dibesarin pooling-nya, sekarang enggak ada aturannya," ujar dia.

Dia bilang, idealnya, porsi untuk publik sekitar 5-10 persen. "Di beberapa negara cukup besar ada 5 persen, 10 persen. Kalau kita kan belum ada aturan main," dia mengungkapkan.

Samsul melanjutkan, pembelian saham oleh investor institusional cenderung untuk investasi jangka panjang. Sehingga, saham-saham tersebut tidak untuk dijual dalam tempo yang cepat.

"Karena longterm investor lebih banyak. Mereka ambil bukan untuk dijual. Artinya fixed artinya umumnya long term, institusi, membeli jangka panjang," tukas dia.