Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona hijau pada pra-pembukaan perdagangan saham Rabu pertama di 2018 ini. Namun kemudian pada pembukaan berbalik arah ke zona merah.
Mengutip Data RTI, Selasa (2/1/2018), pada pra pembukaan saham pukul 08.55 WIB, IHSG menguat 2,03 poin atau 0,03 persen ke angka 6.341,27. Penguatan tersebut tidak berlanjut pada pembukaan pukul 09.00 WIB. IHSG turun 10,27 poin atau 0,12 persen ke posisi 6.331,30.
Indeks saham LQ45 juga turun 0,32 persen ke posisi 1.072,48. Sebagian besar indeks saham acuan berada di zona merah.
Advertisement
Baca Juga
Ada sebanyak 110 saham menguat tetapi tak mampu mendorong IHSG ke zona hijau. Sedangkan 40 saham melemah dan membawa IHSG ke zona merah. Di luar itu, 86 saham lainnya diam di tempat. Pada awal perdagangan, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.342,19 dan terendah 6.328,02.
Total frekuensi perdagangan saham 11.061 kali dengan volume perdagangan 165 juta saham. Nilai transaksi harian saham Rp 164 miliar. Investor asing melakukan aksi jual Rp 11 miliar di seluruh pasar. Posisi dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp 13.495.
Secara sektoral, dari 10 sektor saham pembentuk indeks terdapat lima sektor yang melemah dan lima lainnya menguat. Lima yang melemah adalah aneka industri, barang konsumsi, infrastruktur, keuangan dan manufaktur.
Saham-saham yang catatkan top gainers antara lain saham PSSI naik 27,70 persen ke posisi Rp 189, saham PCAR melonjak 24,68 persen ke posisi Rp 394, dan saham HITS naik 16,39 persen ke posisi Rp 710 per saham.
Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham NOBU turun 10,47 persen ke posisi Rp 770, saham JMAS tergelincir 6,99 persen ke posisi Rp 665, dan saham KBLV susut 6,60 persen ke posisi Rp 396 per saham.
Analis PT Reliance Sekuritas Lanjar Nafi menjelaskan, sepanjang perdagangan hari ini IHSG bakal melanjutkan pelemahan seperti penutupan sehari sebelumnya. Kemarin, IHSG ditutup susut 16,42 poin ke level 6.339,24.
Lanjar Nafi memperkirakan IHSG berada pada support 6.300 dan resistance 6.366.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Arah IHSG di 2018
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi lanjutkan pertumbuhan positif pada 2018. Hal itu asalkan ditopang pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berjalan lancar dan pertumbuhan ekonomi sesuai harapan.
IHSG mampu mencatatkan performa gemilang sepanjang 2017. IHSG mampu naik 19,99 persen. Penguatan IHSG 2017 juga didorong sektor keuangan tumbuh 40 persen, disusul sektor saham industri dasar menguat 28 persen, dan sektor konsumsi tumbuh 23 persen.
Lalu, bagaimana prediksi IHSG pada 2018 ini?
Dalam riset PT Sinarmas Sekuritas, disebutkan IHSG akan menembus level 6.715 pada 2018. Hal itu didorong dari pertumbuhan earning per share (eps) atau laba bersih per saham 9,9 persen atau 17,6 kali. Kenaikan pertumbuhan eps itu lebih tinggi dari posisi 2017 di kisaran 8,3 persen. Demikian mengutip riset PT Sinarmas Sekuritas, Selasa (2/1/2018).
Pertumbuhan IHSG juga didorong pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik pada 2018. Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan didukung dari harga komoditas dan menguatnya konsumsi rumah tangga. Ekonomi Indonesia diharapkan tumbuh 5,25 persen-5,35 persen pada 2018. Inflasi diharapkan stabil di kisaran 3,5 persen-4 persen.
Selain itu, riset PT Sinarmas Sekuritas menyebutkan anggaran bantuan sosial pemerintah, mulai dari bantuan pangan nontunai, dana desa, dan bantuan sosial diharapkan dapat mendorong konsumsi masyarakat, sehingga memperkuat ekonomi 2018.
Pelaksanaan Asian Games dan jelang satu tahun pemilihan presiden diharapkan juga jadi katalis untuk dorong konsumsi belanja swasta.
Sementara itu, analis PT OSO Securities Riska Afriani menuturkan, IHSG berpotensi ke level 6.700-6.900 pada 2018. Pertumbuhan IHSG ditopang optimisme pelaku pasar terhadap pertumbuhan ekonomi bakal membaik. Dengan pertumbuhan ekonomi membaik, dapat mendorong emiten mencetak keuntungan lebih tinggi.
Riska menambahkan, pertumbuhan jumlah emiten di pasar modal Indonesia juga jadi salah satu pendorong pertumbuhan IHSG. Riska menuturkan, pasar modal Indonesia masih jadi tempat menarik untuk perusahaan mencari pembiayaan lewat penawaran saham perdana ke publik.
Selain itu, meski Indonesia memasuki tahun politik, pertumbuhan ekonomi masih bisa positif. Ditambah faktor eksternal dengan pertumbuhan ekonomi global, terutama Amerika Serikat (AS), yang sesuai jalur.
"Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tentu akan meningkatkan ekspor. Selama ini ekspor banyak ke China dan Amerika Serikat," kata Riska.
Â
Advertisement