Sukses

Bursa Asia Sentuh Level Tertinggi dalam 10 Tahun

Rilis data ekonomi Amerika Serikat dan Jerman yang positif berdampak ke bursa saham Asia pada perdagangan Kamis pekan ini.

Liputan6.com, Tokyo - Bursa saham Asia mengalami kenaikan tertinggi dalam 10 tahun pada perdagangan saham Kamis pekan ini. Penguatan bursa saham Asia ditopang rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Jerman yang solid.

Indeks saham MSCI Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,1 persen. Indeks saham Jepang Nikkei menguat dua persen pada saat perdagangan perdana pada 2018. Sementara itu, indeks saham Topix sentuh level tertinggi sejak 1991.

"Rilis data ekonomi usai liburan sangat baik. Jadi kekhawatiran pasar mengenai aksi ambil untung pada awal tahun baru, Namun pasar kelihatan cukup kuat," ujar Hirokazu Kabeya, Chief Global Strategist Daiwa Securities, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (4/1/2018).

Dari data ekonomi yang dipublikasikan pada Rabu waktu setempat memperkuat harapan investor terhadap pertumbuhan ekonomi global yang solid. Ini akan mendorong permintaan barang termasuk minyak sehingga angkat kinerja keuangan perusahaan.

Selain itu, data ekonomi menguat ditunjukkan dari aktivitas pabrik di AS yang meningkat pada Desember. Ini didorong lonjakan pertumbuhan pesanan baru, sebagai tanda momentum ekonomi yang kuat pada akhir 2017.

Di Jerman yang merupakan kekuatan ekonomi Eropa mencatat tingkat pengangguran mencapai rekor terendah 5,5 persen pada Desember. Sentimen itu juga mendorong bursa saham global capai rekor tertinggi. Bahkan indeks saham di wall street tercatat menguat yang didorong sektor saham energi.

Sentimen lainnya pengaruhi bursa saham Asia yaitu komoditas. Di pasar komoditas, harga minyak AS atau West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 61,84 per barel. Harga minyak naik ke level tertinggi sejak Juni 2015.

Sedangkan di pasar uang, dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,2 persen terhadap yen di kisaran 112,69 yen. Sedangkan euro sedikit berubah di kisaran US$ 1.200.

Investor pun ingin pasar menjadi lebih stabil. Dalam beberapa bulan terakhir, indeks volatilitasi bisa terjaga bahkan capai ke tingkat terendah sejak krisis keuangan global pada 2008.

Hal itu mengingat investor bertaruh bank sentral Amerika Serikat dan bank sentral utama lainnya di dunia akan perketat kebijakan moneter secara bertahap dengan sedikit tekanan inflasi.

Pada risalah rapat bank sentral AS pada 12-13 Desember juga tidak banyak mengubah persepsi itu. Mereka menunjukkan kalau rencana pemotongan pajak Presiden AS Donald Trump sebagai dorongan untuk belanja konsumen akan tetapi ketidakpastian mengenai dampak stimulus menaikkan tekanan harga.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Wall Street Menguat

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street dengan indeks saham S&P 500 berada di atas posisi 2.700 untuk pertama kali. Penguatan sektor saham teknologi mendorong kenaikan indeks saham acuan.

Hal itu mengindikasikan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan global. Pada penutupan perdagangan saham Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones naik 48,67 poin atau 0,2 persen ke posisi 24.872,68.

Indeks saham S&P 500 menguat 13,73 poin atau 0,51 persen ke posisi 2.709,54. Indeks saham Nasdaq bertambah 52,86 poin atau 0,75 persen ke posisi 7.059,75.

Rilis hasil rapat the Federal Reserve atau bank sentral AS mempengaruhi laju wall street. Hasil rapat bank sentral AS menunjukkan kekhawatiran pejabat bank sentral AS terhadap inflasi rendah dan melihat reformasi pajak AS akan mendorong ekonomi AS.

"Ini menekankan kalau mereka (bank sentral AS) akan tergantung data dan mereka ingin coba menormalisasikan kebijakan kecuali ekonomi melambat dan inflasi tak sesuai diharapkan," ujar Sameer Samana, Global Equity dan Technical Strategist Wells Fargo Investment Institute, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (4/1/2018).

Pada awal sesi perdagangan di wall street, ada laporan data ekonomi yang menunjukkan aktivitas pabrik di AS meningkat pada Desember. Ini menunjukkan momentum ekonomi menguat pada akhir 2017. Sementara itu, survei manufaktur juga menekankan ekonomi Eropa mulai menguat.