Sukses

Wall Street Merosot Terseret Imbal Hasil Obligasi AS

Hasil rapat bank sentral Amerika Serikat pada Januari lalu membayangi laju bursa saham AS atau wall street.

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bergejolak hingga akhirnya bergerak di zona merah usai rilis hasil rapat bank sentral AS atau the Federal Reserve pada pertemuan Januari 2018 lalu.

Pada penutupan perdagangan saham, Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones melemah 166,97 poin atau 0,67 persen ke posisi 24.797,78. Indeks saham S&P 500 melemah 14,93 poin atau 0,55 persen ke posisi 2.701,33. Indeks saham Nasdaq tergelincir 16,08 poin atau 0,22 persen ke posisi 7.218,23.

Notulensi hasil rapat bank sentral AS pada Januari mempengaruhi wall street. Bank sentral AS menetapkan suku bunga tetap pada Januari 2018. Hasil rapat bank sentral yang dirilis pada Rabu waktu setempat menunjukkan pejabat bank sentral AS makin percaya diri menaikkan suku bunga, dan inflasi diprediksi naik.

Hasil rapat bank sentral AS pun mendorong imbal hasil surat berharga AS atau obligasi bertenor 10 tahun naik ke level tertinggi dalam empat tahun. Imbal hasil surat berharga AS mencapai 2,9 persen.

"Tak ada hal mengejutkan bagaimana skema besar. Ini sesuai dengan harapan pasar dan suku bunga akan naik secara bertahap," kata Michael Skordeles, Analis Suntrust Advisory Services."

Tak ada hal mengejutkan untuk menenangkan pasar," tambah dia,seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (22/2/2018).

Bank sentral AS juga dinilai tidak terlalu khawatirkan inflasi. "Hasil rapat bank sentral AS mengindikasikan anggota the Federal Reserve tidak terlalu khawatir soal inflasi,"ujar Chief Investment Strategist State Street Global Advisors Michael Arone.

Ia menilai bank sentral AS kemungkinan menaikkan suku bunga mengingat sejumlah data ekonomi baik pada awal Januari. Ini ditunjukkan menguatnya laporan data tenaga kerja, upah naik, dan diikuti indeks harga konsumen.

Berdasarkan data Reuters, keyakinan pelaku pasar suku bunga akan naik pada pertemuan bank sentral AS pada Maret menjadi 93,5 persen. Bank sentral AS diprediksi menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2018.

Selain itu, inflasi menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Kekhawatiran inflasi itu membuat indeks saham S&P 500 melemah lebih dari 10 persen sejak 26 Januari. Imbal hasil surat berharga AS bertenor 10 tahun stabil di kisaran 2,9 persen.

"Ini memang pola tidak biasa. Akan tetapi pemulihan tetap berlanjut. Pelaku pasar akan melihat pasar keuangan tetap naik di tengah ada kemungkinan test level bawah," ujar Jeff Zipper, Direktur US Bank Private Client Reserve.

Sejumlah sektor saham pun mencatatkan performa terbaik. Sektor saham industri naik 1,45 persen. Sektor saham industri membukukan performa terbaik di antara 11 sektor saham lainnya. Sedangkan sektor saham material mendaki 1,13 persen. Sektor saham properti melemah 0,54 persen seiring data penjualan rumah turun pada Januari.

Volume perdagangan saham di wall street mencapai 6,96 miliar saham. Angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata perdagangan saham 8,49 miliar saham.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Wall Street Melemah pada Perdagangan Kemarin

Sebelumnya, Wall Street tersungkur. Indeks acuan Amerika Serikat (AS) Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan S&P 500 terjatuh pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) setelah sebelumnya meraih penguatan dalam enam sesi berturut-turut.

Pendorong pelemahan indeks acuan tersebut karena penurunan tajam saham Walmart.

Indeks acuan Nasdaq Composite pun juga melemah tetapi tak terlalu besar karena terbantu kenaikan saham-saham blue chip salah satunya adalah Amazon.Mengutip Reuters, Rabu 21 Februari 2018, Dow Jones Industrial Average turun 254,63 poin atau 1,01 persen menjadi 24.964,75. Indeks S&P 500 kehilangan 15,96 poin atau 0,58 persen menjadi 2.716,26.

Sedangkan Nasdaq Composite turun 5,16 poin atau 0,07 persen menjadi 7.234,31.

Walmart yang merupakan perusahaan peritel terbesar di AS melaporkan bahwa laba yang mereka bukukan lebih rendah dari perkiraan pasar dan mencatatkan penurunan tajam pada penjualan online selama masa liburan musim dingin kemarin.

Saham Walmart merosot 10,2 persen, dan mengalami penurunan persentase terbesar sejak Januari 1988.Wall Street terus berombak pada beberapa pekan terakhir. Sempat turun lebih dari 10 persen dari level tertinggi yang dibukukan pada 26 Januari lalu tetapi mampu berbalik arah dan menhguat pada pekan lalu yang kemudian menjadi kenaikan mingguan terbaik dalam lima tahun.

"Sebenarnya pelaku pasar masih memperdebatkan kinerja ekonomi secara fundamental. Tetapi jelas Walmart membuat pelaku pasar ketakutan," kata analis senior Global Markets Advisory Group, New York, AS, Peter Kenny.

"Saat ini pelaku pasar tengah mencari konfirmasi soal pijakan kokoh untuk pergerakan Wall Street ke depannya," tambah dia.