Liputan6.com, Dubai - Penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) Saudi Aramco kemungkinan mundur dari target semula pada 2018 menjadi 2019. Hal itu lantaran pemerintahan Arab Saudi belum memutuskan tempat untuk menawarkan saham perdananya atau IPO.
Dalam laporan Financial Times dan New York Times menyebutkan kalau penawaran saham perdana Saudi Aramco tertunda. Kemungkinan penjualan saham perusahaan minyak terbesar di dunia itu dilakukan pada 2019.
Pada awal pekan ini, manajemen Saudi Aramco menyebutkan kalau pihaknya sedang mengkaji pilihan tempat untuk mencatatkan saham perdana. Saudi Aramco akan memutuskan waktu tepat. Namun tidak menyebutkan secara detil.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip laman CNN Money, Rabu (14/3/2018), berikut tiga alasan investor harus menunggu sedikit lama untuk mengikuti penawaran saham perdana Saudi Aramco:
1. Ukuran dan kesepakatan kompleks
Pemerintahan Arab Saudi menargetkan nilai IPO dapat mencapai US$ 2 triliun dari Saudi Aramco. Akan tetapi, menjual saham lima persen dapat meraup dana sekitar US$ 100 miliar. Jumlah target dana IPO itu termasuk terbesar di atas penjualan saham Alibaba sekitar US$ 25 miliar pada 2014.
Besarnya ukuran IPO, Arab Saudi juga ingin kombinasikan pencatatan saham di bursa saham domestik dan global. Bursa saham global menjadi pilihan yaitu London dan New York. Pemilihan pencatatan saham itu juga jadi pertimbangan risiko hukum.Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al Falih menuturkan, proses hukum dan pertanggungjawaban merupakan perhatian besar di AS.
"Pejabat tidak ingin tunduk untuk risiko semacam itu," ujar dia.
Selain itu, Alibaba dan Facebook membutuhkan enam hingga sembilan bulan untuk menyelesaikan persiapan aturan, kepatuhan dan roadshow kepada investor menjelang IPO."Jika sebuah keputusan tidak dibuat pada April, IPO akan dipastikan tertunda hingga 2019 karena semua perencanaan dibutuhkan," ujar sumber.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
2. Berharap harga minyak tinggi
Harga minyak sudah berada di level tertinggi sejak ambruk ke posisi US$ 26 per barel pada awal 2016. Harga minyak mentah saat ini ditransaksikan di kisaran harga US$ 60 per barel.
Akan tetapi, harga minyak itu masih di bawah level US$ 100 pada 2014. Setiap dolar AS yang dibuat oleh Aramco akan menarik investor untuk membeli.
"Mereka kemungkinan ingim lihat harga minyak lebih tinggi sehingga dapat membantu valuasi. Sebagian besar prediksi harga minyak menguat pada 2019," ujar James Reeeve, Chief Economist Samba Financial Group.
Negara OPEC yang dipimpin Arab Saudi dan Rusia memangkas produksi sejak Januari 2017. Produksi minyak dipangkas untuk mengurangi pasokan global. Langkah pemangkasan produksi minyak tersebut pun berlanjut hingga akhir 2018. Akan tetapi, kondisi harga minyak juga masih tergantung dari sejumlah risiko termasuk pasokan global dan permintaan.
3. Peningkatan bursa saham Arab Saudi
Saudi Aramco akan menjadi perusahaan tercatat di bursa saham Arab Saudi untuk pertama kali di Tadawul, Riyadh. Akan tetapi, sebelum melanjutkan IPO, Al Falih menuturkan, pemerintahan Arab Saudi tengah menunggu Tadawul mendapatkan status emerging market oleh MSCI, dan sahamnya masuk jajaran indeks MSCI.
Jajaran indeks MSCI merupakan jajaran indeks saham yang biasa direview hingga Juni. Jika MSCI puas dengan reformasi pasar, status baru ini diharapkan dapat mengubah bursa efek Arab Saudi di mata investor dan menarik puluhan miliar dolar AS dari investor asing.
Advertisement