Sukses

Alami Koreksi Sepanjang Maret, Saham BUMN Konstruksi Masih Menarik?

Berdasarkan data RTI, saham BUMN konstruksi alami pelemahan, dan PT Waskita Karya Tbk catatkan penurunan paling tajam.

Liputan6.com, Jakarta - Saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) cenderung koreksi sepanjang Maret 2018. Meski demikian, saham BUMN konstruksi ini dinilai menarik untuk diakumulasi.

Berdasarkan data RTI, saham-saham BUMN konstruksi yang catatkan pelemahan sepanjang Maret 2018 antara lain saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) turun 13,40 persen ke posisi 2.520 pada 23 Maret 2018, saham PT PP Tbk (PTPP) tergelincir 12,90 persen ke posisi 2.700, saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) susut 12,10 persen ke posisi Rp 21.80 per saham, dan saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) tergelincir 11,17 persen ke posisi 1.710 per saham.

Sejumlah sentimen pengaruhi pergerakan saham BUMN konstruksi. Rentetan kecelakaan kerja di proyek infrastruktur menjadi salah satu sentimen negatif untuk saham-saham BUMN konstruksi. Ditambah kondisi bursa saham Indonesia terkoreksi imbas sentimen global dan intervensi terhadap tarif tol juga menekan saham BUMN konstruksi terutama PT Waskita Karya Tbk (WSKT).

Sedangkan kenaikan utang BUMN konstruksi menurut Analis PT Bahana Sekuritas Henry Wibowo, hal tersebut bukan masalah baru. Hal itu mengingat sejak tahun lalu isu kas BUMN konstruksi menjadi sorotan. Henry menuturkan, proyek infrastruktur dikerjakan belum sebanding dengan kas yang dimiliki BUMN konstruksi untuk mengerjakan proyeknya. Oleh karena itu, utang dibutuhkan untuk mengerjakan proyek infrastruktur yang masif dikerjakan.

"Ibaratnya proyek infrastruktur 100 dan uangnya 30. Kalau mereka dapat utang itu bagus untuk mengerjakan proyek-proyeknya. Lagi pula debt to equity ratio (DER) mereka (BUMN konstruksi-red) masih bagus,” jelas Henry saat dihubungi Liputan6.com, Senin (26/3/2018).

Henry menilai tekanan yang terjadi di BUMN konstruksi terutama PT Waskita Karya Tbk lantaran ada intervensi tarif tol. Akan tetapi, hal itu seharusnya tak jadi masalah karena tol yang dimiliki PT Waskita Karya Tbk masih sedikit. Sedangkan tekanan terhadap saham PT Adhi Karya Tbk, PT Wijaya Karya Tbk dan PT PP Tbk lebih didorong tekanan IHSG. Secara year to date (Ytd), IHSG sudah terkoreksi 2,28 persen ke posisi 6.210 pada Jumat 23 Maret 2018.

“Waskita Karya alami koreksi paling tajam karena intervensi tarif tol. Sedangkan PTPP, WIKA, dan Adhi Karya kena imbas dari koreksi IHSG. IHSG melemah ini terutama dari rupiah tertekan, potensi global trade war, dan Bank Indonesia (BI) tetap pertahankan suku bunga di tengah bank sentral AS menaikkan suku bunga 25 basis poin,” jelas dia.

Henry menilai, saham BUMN konstruksi masih menarik. Ini ditunjukkan dari valuasi sektor saham konstruksi yang masih di bawah IHSG. “Valuasi saham sudah murah. PER konstruksi sekitar 7-9 kali sedang market PE-nya sekitar 14-15 kali,” ujar Henry

Henry pun merekomendasikan saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) untuk dicermati pelaku pasar.

Sementara itu, Analis PT Binaarta Sekuritas Nafan Aji menuturkan, kenaikan utang BUMN konstruksi tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika emiten tersebut mampu meningkatkan pendapatan dan laba bersih.  Ia menilai, emiten BUMN konstruksi masih dapat catatkan pertumbuhan kinerja keuangan didukung proyek infrastruktur yang strategis.

"Pembangunan infrastruktur akan berdampak positif pada makro ekonomi sehingga pada akhirnyaemiten terkait akan menikmati hasil positif termasuk emiten konstruksi,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.

Terkait saham, Ia menilai saham BUMN konstruksi masih menarik. Apalagi harga saham BUMN konstruksi yang sudah tertekan. “Dengan pergerakan harga yang cenderung terdiskon, maka akan menarik sekali untuk akumulasi,” ujar dia.

Ia pun merekomendasikan beli saham BUMN konstruksi antara lain PT Waskita Karya Tbk, PT Wijaya Karya Tbk, PT Adhi Karya Tbk, dan PT PP Tbk. Target harga saham PTPP di kisaran 3.560, ADHI di 2.900, WIKA di 2.650, dan WSKT di posisi 3.590.

 

2 dari 2 halaman

S and P Soroti Utang BUMN Karya

Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P) menyoroti neraca keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terutama BUMN konstruksi yang mengerjakan proyek infrastruktur. S&P menilai, utang BUMN konstruksi naik tajam untuk membiayai proyek infrastruktur.

Analis S&P Xavier Jean menilai, hal tersebut membuat neraca keuangan BUMN konstruksi menjadi sangat lemah. Tingkat utang terhadap pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) pada 20 BUMN konstruksi naik lima kali. Angka itu naik satu kali dari 2011.

"Ini adalah tren yang terus kami perhatikan. Karena kami pikir itu akan terus berlanjut, dan akan menonjol pada 2018 dan jelang pemilihan 2019,” ujar dia seperti dikutip dari Reuters, Senin (26/3/2018).

Pemerintah memperkirakan total investasi infrastruktur sebesar US$ 450 miliar antara 2014-2019 yang hanya dapat didanai sebagian pemerintah. Untuk mengambil sebagian besar proyek, BUMN harus meminjam untuk memenuhi kebutuhan modal kerja. Ia menambahkan, sementara itu, dorongan pemerintah mengembangkan infrastruktur di daerah berpenduduk sedikit juga meningkatkan kekhawatiran mengenai pendapatan di masa depan.

"Tidak begitu jelas bagi kami, jika banyak investasi yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan ini di luar Jawa. Di luar pusat padat penduduk akan menjadi proyek menguntungkan atau tidak,” ujar dia.

“Jika perusahaan terus meningkatkan investasi pada kecepatan saat ini, mereka dapat dipaksa untuk menghentikan semua investasi dalam lima tahun untuk mengendalikan keuangan mereka, menegosiasikan ulang utang mereka dan meminta rekapitalisasi oleh pemerintah,” tambah Jean.

Lalu bagaimana kondisi utang empat BUMN konstruksi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI)?

Berikut kondisi utang BUMN konstruksi seperti dikutip dari laporan keuangan yang disampaikan ke BEI:

Total utang empat BUMN konstruksi mencapai Rp 156,19 triliun pada 2017. Total utang itu antara lain PT Waskita Karya Tbk (WSKT) membukukan total liabilitasRp 75,14 triliun pada 2017 dari periode 2016 Rp 44,56 triliun. Total liabilitas perseroan naik 68,25 persen. Liabilitas tersebut terdiri dari liabilitas jangka panjang naik 70,69 persen dari Rp 13,73 triliun pada2016 menjadi Rp 22,83 triliun. Sedangkan liabilitas jangka pendek naik 67,2 persen dari Rp 31,28 triliun pada 2016 menjadi Rp 52,30 triliun.

PT Adhi Karya Tbk mencetak liabilitas naik 53,91 persen dari Rp 14.59 triliun pada 2016 menjadi Rp 22,46 triliun pada 2017. Liabilitas itu terdiri dari liabilitas jangka panjang mencapai Rp 4,82 triliun pada 2017 dari periode 2016 sebesar Rp 1,6 triliun. Liabilitas jangka pendek naik 35,78 persen dari Rp 12,98triliun pada 2016 menjadi Rp 17,63 triliun pada 2017.

Selain itu, PT Wijaya Karya Tbk mencatat total liabilitas naik 66,79 persen dari Rp 18,61 triliun pada 2016 menjadi Rp 31,05 triliun pada 2017. Liabilitas itu terdiri dari liabilitas jangka pendek dengan naik 36,89 persen dari Rp 3,7 triliun pada 2016 menjadi Rp 5,07 triliun pada 2017. Sementara itu, liabilitas jangka pendek tumbuh 74,22 persen dari Rp 14,90 triliun pada 2016 menjadi Rp 25,97 triliun pada 2017.

PT PP Tbk membukukan total liabilitas tumbuh34,75 persen dari Rp 20,43 triliun pada 2016 menjadi Rp 27,53 triliun pada 2017. Liabilitas itu terdiri dari liabilitas jangka panjang naik menjadi Rp 6,83 triliun pada 2017 dari Rp 4,5 triliun. Liabilitas jangka pendek naik 30,47 persen dari Rp 15,86 triliun pada 2016 menjadi Rp 20,69 trilun pada 2017.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: