Sukses

Rupiah Loyo, IHSG Nyaris Sentuh 5.900

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,75 persen atau 105,72 poin ke posisi 5.906 pada sesi pertama perdagangan saham Kamis pekan ini.

Liputan6.com, Jakarta - Awan mendung tampaknya masih belum beranjak dari pasar saham Indonesia. Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tertekan mengikuti bursa saham global yang melemah. Hal itu seiring nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih loyo.

Mengutip data RTI, pada sesi pertama perdagangan saham, Kamis (3/5/2018), IHSG melemah 1,75 persen atau 105,72 poin ke posisi 5.906.Indeks saham LQ45 tergelincir 2,11 persen ke posisi 943,64. Seluruh indeks saham acuan kompak tertekan.

Sebanyak 306 saham melemah sehingga menekan IHSG. Sementara itu, hanya 67 saham menguat dan 63 saham diam di tempat. Pada sesi pertama,IHSG berada di level tertinggi 5.996,48 dan terendah 5.901,63.

Transaksi perdagangan saham cukup ramai. Total frekuensi perdagangan saham 177.765 kali dengan volume perdagangan 3,4 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 2,8 triliun. Investor asing jual saham Rp 255,08 miliar di pasar reguler. Posisi dolar Amerika Serikat berada di posisiRp 13.961.

10 sektor saham masih tertekan. Sektor saham tambang melemah 2,94 persen, dan catatkan penurunan terbesar. Disusul sektor saham konstruksitergelincir 2,31 persen dan sektor saham keuangan tergelincir 2,01 persen.

Saham-saham tertekan antara lain saham HELI turun 15,34 persen ke posisi Rp 160 per saham, saham ADRO merosot 9,58 persen ke posisi Rp 1.605 per saham,dan saham BUMI tergelincir 5,76 persen ke posisi Rp 262.

Kepala Riset PT Koneksi Kapital, Alfred Nainggolan menuturkan, nilai tukar rupiah kembali dekati posisi 14.000 per dolar AS menekan IHSG. Tekanan rupiah membuat pelaku pasar menjadi tidak percaya diri. Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah di posisi 13.965 per dolar AS pada Kamis 3 Mei 2018. Rilis data inflasi April tercatat 0,1 persen dan lebih rendah dari bulan sebelumnya pun belum mampu mengangkat IHSG.

 

 

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Alfred mengatakan, tekanan rupiah masih berlanjut akan membuat Bank Indonesia dapat lebih cepat menaikkan suku bunga acuan.Padahal di sisi lain, bank sentral Amerika Serikat (AS) memutuskan pertahankan suku bunga acuan pada pertemuan 1-2 Mei 2018.Menurut Alfred, hal tersebut seharusnya memberikan ruang bagi BI untuk mempertahankan suku bunga acuan.

"Tapi ini uniknya rupiah kembali melemah meski the Federal Reserve tidak naikkan suku bunga. Jadi kondisi rupiah rentan kembali melemah," kataAlfred saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, bila BI kembali menaikkan suku bunga acuan di tengah rupiah melemah akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi.Target pertumbuhan ekonomi oleh pemerintah sebesar 5,4 persen akan sulit tercapai.

"Pertumbuhan ekonomi lebih berat untuk capai 5,4 persen. Bila tak sesuai ekspektasi akan mengubah target indeks saham," ujar Alfred.

Alfred memperkirakan, koreksi IHSG masih berlanjut dalam jangka pendek. Ini hingga rilis pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesiapada kuartal I 2018. "Kami melihat Gross Domestic Product (GPP) kuartal I akan jadi sentimen kuat," kata Alfred.

Alfred menambahkan, IHSG akan menguji level support 5.880 pada perdagangan saham Kamis pekan ini. Dengan koreksi IHSG yang terjadi,menurut Alfred, hal itu dapat jadi kesempatan pelaku pasar untuk membeli saham-saham yang sudah turun tajam.

Saham-saham itu antara lain PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). "Tetap pilih saham-sahamyang fundamental bagus," kata dia.

Sedangkan bagi pelaku pasar bermain saham dalam jangka pendek, Alfred melihat kondisi saat ini masih berat. Lantara koreksi IHSGmasih berlanjut dalam jangka pendek.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Â