Sukses

Bursa Saham Asia Menguat meski Wall Street Tertekan

Bursa saham Asia menguat pada Rabu pekan ini usai melemah tajam.

Liputan6.com, Tokyo - Bursa saham Asia menguat pada Rabu pekan ini usai melemah tajam. Penguatan bursa saham Asia ini juga dipengaruhi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.

Risiko pasar meningkat mendorong imbal hasil obligasi atau surat utang bertenor 10 tahun naik ke posisi 2,9 persen dibandingkan perdagangan Selasa waktu setempat di posisi 2,893. Sedangkan imbal hasil obligasi bertenor dua tahun naik menyentuh posisi 2,55 persen.

Bursa saham Asia menguat ditunjukkan dengan indeks saham MSCI Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,3 persen. Indeks saham Jepang Nikkei menguat 0,2 persen. Indeks saham Korea Selatan Kospi menanjak 0,7 persen, dan indeks saham Australia bertambah 0,8 persen.

Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China menunjukkan sedikit tanda-tanda pelonggaran usai penasihat perdagangan Gedung Putih mengatakan China telah meremehkan keputusan presiden AS untuk menetapkan tarif lebih besar.

Pemerintahan AS mengancam memberlakukan tarif 10 persen untuk barang-barang China senilai USD 200 miliar usai Beijing memutuskan menaikkan tarif USD 50 miliar untuk barang-barang AS. Hal tersebut sebagai tanggapan terhadap tarif yang diberlakukan kepada barang-barang China.

Di pasar uang, dolar AS sebagian besar mendatar terhadap yen. Dolar AS naik 0,03 persen menjadi 110,07. Sedangkan euro merosot ke posisi USD 1.1584. Indeks dolar AS turun 0,1 persen ke posisi 95,02.

Sementara itu di pasar komoditas, harga minyak naik 0,4 persen menjadi USD 65,34 per barel. Namun, analis ANZ mengatakan, ketegangan perdagangan dan perselisihan dalam the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) atau Negara Pengekspor Minyak yang bertemu pada Jumat akan bebani harga minyak pada Rabu pekan ini.

Sebelumya Iran menuturkan, OPEC tak mungkin capai kesepakatan tentang produksi minyak. Sedangkan pergerakan harga emas cenderung mendatar. Harga emas di pasar spot diperdagangkan di posisi USD 1.273,73 per ounce.

 

2 dari 2 halaman

Wall Street Terguncang Perang Dagang

Sebelumnya, Wall Street terjatuh pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pendorong pelemahan bursa saham di kawasan Amerika Serikat (AS) tersebut adalah perselisihan perdagangan antara AS dengan China.

Akibat pelemahan pada perdagangan sepanjang Selasa tersebut, indeks acuan Dow Jones Industrial Average (DJIA) kehilangan seluruh keuntungan yang telah dibukukan sepanjang 2018.

Mengutip Reuters, Rabu 20 Juni 2018, Dow Jones Industrial Average turun 287,26 poin atau 1,15 persen menjadi 24.700,21. Untuk S&P 500 kehilangan 11,18 poin atau 0,40 persen menjadi 2.762,57. Sedangkan Nasdaq Composite turun 21,44 poin atau 0,28 persen menjadi 7.725,59.

Presiden AS Donald Trump mengeluarkan ancaman untuk mengenakan tarif sebesar 10 persen kepada barang-barang impor dari China dengan potensi perdagangan sebesar USD 200 miliar. Sebagai balasan, Beijing juga akan melakukan hal yang sama dengan memberikan tarif yang besar kepada barang-barang asal Amerika Serikat.

Trump mengatakan, langkah yang ia lakukan sebenarnya mengikuti yang telah dilakukan oleh China dengan menaikkan tarif hingga USD 50 miliar untuk barang-barang asal AS.

"Investor pasar modal terus mendalami taktik negosiasi yang telah dijalani oleh AS dan China ini." jelas analis John Hancock Investments, Boston, Emily Roland.

Akibat hal tersebut, tiga indeks utama terpangkas sehingga menuju ke zona negatif di awal perdagangan.

Melihat retorika ini, beberapa investor yakin bahwa yang sedang terjadi ini tidak akan berlangsung lama. Pasar saham akan kembali melambung ke depan.

"Pasar saham AS lebih kuat jika dibanding dengan pasar saham global. Guncangan ini tidak akan berlangsung lama," jelas analis JonesTrading, Greenwich, Connecticut, Michael O'Rourke.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â