Sukses

Rupiah dan Won Alami Depresiasi Besar di Asia

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) alami tekanan cukup besar di Asia pada perdagangan Kamis (5/7/2018).

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) alami tekanan cukup besar di Asia pada perdagangan Kamis (5/7/2018).

Berdasarkan data Reuters, mata uang rupiah dan won Korea Selatan mencatatkan depresiasi paling besar pada Kamis siang ini.

Rupiah sempat depresiasi 0,39 persen ke posisi 14.403 per dolar AS. Bahkan rupiah sempat ke posisi 14.420 per dolar AS. Namun jelang Kamis sore, rupiah menguat ke posisi 14.388 per dolar Amerika Serikat, sedangkan won depresiasi 0,38 persen.

Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) melemah ke posisi 14.387 per dolar Amerika Serikat pada 5 Juli 2018 dari periode Rabu 4 Juli 2018 di posisi 14.343. Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 6,23 persen terhadap dolar Amerika Serikat.

Dibandingkan negara lain, berdasarkan data Reuters, depresiasi rupiah masih lebih kecil ketimbang peso Filipina dan rupee India.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede menuturkan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam jangka pendek masih dipengaruhi oleh kekhawatiran perang dagang antara AS dan China jelang kebijakan pemerintah AS yang akan berlakukan tarif impor bagi produk China sebesar USD 34 miliar yang akan efektif pada 6 Juli 2018.

"Pelaku pasar antisipasi dampak dari implementasi kebijakan proteksionisme tersebut bagi volume perdagangan global serta prospek pertumbuhan ekonomi negara berkembang,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menuturkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bersama mata uang negara berkembang lainnya juga dipengaruhi yuan yang melemah usai kelonggaran kebijakan moneter bank sentral China sebagai langkah kebijakan antisipasi dampak perang dagang sehingga dorong bank sentral China dan pemerintah melemahkan nilai tukarnya.

"Namun demikian, pengetatan kebijakan moneter Bank Indonesia dengan menaikkan 100 basis poin pada semester I diperkirakan akan tetap jaga confidence pasar sehingga menahan keluarnya dana asing dari pasar keuangan dan menarik minat investasi mempertimbangkan suku bunga kebijakan riil diperkirakan mencapai 1,75 persen. Level itu sangat atraktif dibandingkan suku bunga kebijakan riil di kawasan negara berkembang," kata dia.

2 dari 2 halaman

Rupiah Terus Melemah, Sri Mulyani akan Evaluasi Kebutuhan Impor

Sebelumnya, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih terus terjadi meskipun Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin menjadi 5,25 persen. Hari ini nilai tukar Rupiah rata-rata berada pada level Rp 14.400 per USD.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan, pemerintah akan mengupayakan agar rupiah dapat menguat kembali. Salah satunya memperkecil defisit transaksi berjalan melalui pengurangan impor. Sebab, impor Indonesia dalam beberapa bulan terakhir masih lebih kecil dibanding jumlah ekspor.

"Saat yang sama mulai meneliti kebutuhan impor, apakah itu memang betul-betul yang dibutuhkan untuk perekonomian Indonesia dan secara selektif akan meneliti siapa yang membutuhkan. Apakah itu dalam bentuk bahan baku ataupun bahan modal. Dan apakah betul-betul strategis untuk menunjang kegiatan ekonomi dalam negeri," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (3/7/2018).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil langkah memperkecil defisit transaksi berjalan.

Adapun sektor yang akan digenjot dalam beberapa bulan ke depan selain impor adalah pariwisata. Target pemerintah hingga akhir tahun, defisit hanya berada 2,5 persen terhadap PDB.

"Kita bersama BI dan OJK melakukan koordinasi bagaimana meningkatan CAD menjadi lebih mengecil dengan mendukung ekspor dan pariwisata berbagai kegiatan yang bisa menghasilkan devisa bagi negara," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: