Liputan6.com, Jakarta - Industri semen dalam negeri dinilai alami masalah kelebihan pasokan. Diprediksi pasokan semen mencapai 100 juta ton pada 2018.
Sedangkan konsumsi diprediksi sekitar 60-68 juta ton. Sementara itu, total volume penjualan semen di Indonesia pada 2017 mencapai 66,34 juta ton. Angka itu naik 7,6 persen dari periode 2016 sebesar 61,63 juta ton. Hal itu berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia. Kelebihan pasokan semen itu pun mendapatkan perhatian dari pemerintah.
"Industri semen di dalam negeri memang kondisinya sedang oversupply. Begitu ada demand meningkat, mereka berlomba-lomba membuat pabrik dan investasi sehingga kelebihan kapasitas," kata Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Senin (23/7/2018).
Advertisement
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian mendorong peningkatan konsumsi semen di pasar domestik.
Baca Juga
Ia menuturkan, peningkatan konsumsi semen dilakukan melalui beberapa peluang proyek yang berjalan antara lain pembangunan infrastruktur, properti dan manufaktur,” kata dia.
"Untuk itu, kami berkoordinasi dengan kementerian terkait, seperti kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat serta instansi lainnya sehingga utilisasi industri semen nasional dapat ditingkatkan," kata dia.
Selain itu, Airlangga juga dorong industri semen di dalam negeri untuk ambil peluang pasar ekspor.
Sementara itu, Senior Advisor Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Ery Susanto menuturkan, kondisi kapasitas produksi industri semen melimpah tersebut terlihat sejak 2015. Hal ini ditandai dengan beroperasinya banyak pabrik baru yang dibangun baik investor dalam negeri an luar negeri antara lain Holcim dan Conch Semen pada 2011-2012.
"Memang growth semen tahun 2011-2012 itu kan tinggi sekali di atas 10 persen, mungkin saat itu investor itu mengira pertumbuhannya akan tetap di atas 10 persen. Sehingga pada saat itu banyak investor masuk membangun industri semen," ujar dia pada 19 Juli 2018.
"Membangun pabrik semen itu kan tiga tahun baru jadi, artinya 2015 itu baru beroperasi barengan semua, makanya ada jumping kapasitas dari 80 juta menjadi 110 juta di tahun ini," tambah dia
Lalu bagaimana efeknya sentimen kelebihan pasokan semen terhadap pergerakan harga saham emiten semen di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
Melihat data RTI, sepanjang tahun berjalan 2018, saham emiten semen cenderung merosot kecuali saham PT Holcim Tbk (SMCB).
Saham SMCB naik tipis 1,8 persen ke posisi Rp 850 per saham pada penutupan perdagangan saham Jumat 20 Juli 2018. Transaksi perdagangan saham SMCB memang kurang aktif dibandingkan emiten semen lainnya. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 19.475 kali dengan volume perdagangan sekitar Rp 101,3 miliar.
Sementara itu, saham PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) alami penurunan terbesar sepanjang tahun berjalan 2018. Saham INTP turun 37,81 persen ke posisi Rp 13.650. Total transaksi mencapai Rp 5,5 triliun dengan total frekuensi perdagangan saham sebanyak 319.841 kali.
Kemudian saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) tergelincir 27,02 persen ke posisi Rp 7.225 per saham. Nilai transaksi harian saham Rp 8,2 triliun. Dengan total frekuensi perdagangan 352.223 kali.
Selain itu, saham PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) melemah 13,16 persen ke posisi Rp 3.300 per saham. Nilai transaksi harian saham Rp 1,5 triliun. Total frekuensi perdagangan saham 40.315 kali.
Kelebihan Pasokan, Industri Semen RI Sasar Pasar Ekspor
Sebelumnya, Senior Advisor Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Ery Susanto Indrawan menyebut pertumbuhan industri semen nasional kian menunjukkan tren yang positif. Ini ditunjukan dari kapasitas produksi industri semen dalam negeri yang kondisinya jauh melebihi permintaan (demand) domestik.
"Saat ini kami memang dalam kondisi over-supply. Kapasitas produksi kita saat ini itu 110 juta ton per tahun, jadi kita itu produsen terbesar di Asia Tenggara. Demand kita saat ini di tahun 2018 kita proyeksikan sekitar 70 juta ton, karena kan kemarin demand domestik kita hampir 67 juta, kita berharap growth kita masih di kisaran 4-5 persen," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis 19 Juli 2018.
Ery menjelaskan kondisi tersebut sebetulnya mulai terlihat sejak 2015. Hal ini ditandai dengan beroperasinya banyak pabrik baru yang dibangun baik oleh investor dalam negeri ataupun luar negeri seperti Holcim dan Conch Semen pada 2011-2012.
"Memang growth semen tahun 2011-2012 itu kan tinggi sekali di atas 10 persen, mungkin saat itu investor itu mengira pertumbuhannya akan tetap di atas 10 persen. Sehingga pada saat itu banyak investor masuk membangun industri semen," jelasnya.
"Membangun pabrik semen itu kan tiga tahun baru jadi, artinya 2015 itu baru beroperasi barengan semua, makanya ada jumping kapasitas dari 80 juta menjadi 110 juta di tahun ini," tambahnya.
Untuk mengantisipasi over-supply ini dikatakan Ery industri semen RI akan terus berupaya untuk menggenjot ekspor. "Tahun lalu kita sudah bisa ekspor sampai 3 juta ton. Kemudian kalau kita lihat ekspor sampai pertengahan semester 1 ini kita sudah sampai di 2,5 juta ton, artinya kita optimistis sampai akhir tahun bisa 5 juta ton," pungkasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement