Sukses

Harga Minyak Naik Dibayangi Kekhawatiran Kelebihan Pasokan

Harga minyak mentah AS turun untuk tujuh minggu berturut-turut, sedangkan minyak Brent jatuh untuk minggu ketiga.

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia naik pada hari Jumat, tetapi menurun secara mingguan. Penurunan minyak dibayangi kekhawatiran bahwa kelebihan pasokan akan membebani pasar Amerika Serikat (AS), sementara perselisihan perdagangan dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global akan mengurangi permintaan minyak.

Melansir laman Reuters, Sabtu (18/8/2018), harga minyak mentah berjangka Brent ditutup naik 40 sen, atau 0,6 persen, ke posisi USD 71,83 per barel, setelah menyentuh posisi tertinggi USD 72,49 pada awal sesi.

Sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) CLc1 naik 45 sen, atau 0,7 persen, menjadi USD 65,91, setelah menyentuh sesi tertinggi USD 66,39.

Harga minyak mentah AS turun untuk tujuh minggu berturut-turut, sedangkan minyak Brent jatuh untuk minggu ketiga. Adapun pada untuk minggu ini, harga minyak Brent turun 1,4 persen, dan sebesar 2,6 persen.

"Salah satu kekhawatiran terbesar di luar sana adalah bahwa jumlah permintaan China turun jika pertumbuhan PDB China melambat," kata Tariq Zahir, Anggota Tyche Capital di New York.

Penurunan harga minyak ini membebani perusahaaninvestasi. Dua dari hedge fund yang berfokus pada energi terbesar di dunia, Andurand Capital dan BBL Commodities, mengalami persentase kerugian dua digit pada Juli seiring kejatuhan harga minyak ke posisi terdalam dua tahun, sumber yang akrab dengan masalah ini mengatakan kepada Reuters.

Data pemerintah AS pada minggu ini menunjukkan peningkatan besar dalam persediaan minyak mentah, yang diikuti kenaikan produksi.

"Investor tetap berhati-hati karena adanya penguatan kejutan pada Rabu di AS yang masih segar dalam pikiran mereka," menurut keterangan Bank ANZ.

Adapun jumlah rig pengeboran minyak AS, yang menjadi indikator produksi minyak di negara tersebut di masa depan, tidak berubah minggu ini pada posisi 869 rig. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari 763 rig yang beroperasi setahun yang lalu, menurut perusahaan energi Baker Hughes. 

Hambatan utama lainnya pada harga minyak adalah prospek ekonomi seiring ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China. Kemudian melemahnya mata uang pasar negara berkembang yang membebani pertumbuhan dan konsumsi bahan bakar, kata para pedagang dan analis.

Sementara MUFG Bank Jepang, mengatakan bahwa melemahnya lira Turki akan membatasi pertumbuhan lebih lanjut dalam permintaan bensin dan solar tahun ini.

"Meskipun penularan pasar yang berkembang dan kekhawatiran perlambatan China tampaknya agak berlebihan, baik fundamental maupun sentimen harus memberikan dukungan untuk harga komoditas yang lebih tinggi," kata Julius Baer, Kepala Penelitian Makro dan Komoditas Norbert Rücker.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jokowi Akui Makin Sulit Prediksi Harga Minyak di 2019

Pemerintah memperkirakan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) berada di level USD 70 per barel. Hal tersebut telah dicantumkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, harga minyak dunia semakin tidak bisa diprediksi, kondisi tersebut berdampak pada fluktuatsi harga minyak Indonesia.

"Pergerakan ICP, itu seiring dengan dinamika harga minyak mentah dunia yang semakin sulit diprediksi," kata Jokowi, dalam pidato nota keuangan RAPBN 2019, di Gedung DPR MPR, Jakarta, Kamis (16/8/2018).

Meski demikian, pemerintah menetapkan ICP dalam RAPBN 2019, diperkirakan rata-rata USD 70 per barel.‎ Beberapa faktor yang diperkirakan memengaruhi harga minyak mentah dunia dan ICP adalah geopolitik global.

"Peningkatan permintaan seiring pemulihan ekonomi global, dan penggunaan energi alternatif," lanjut Jokowi.‎

Untuk produksi siap jual (lifting) minyak bumi pada 2019 diperkirakan mencapai rata-rata 750 ribu barel per hari, sementaralifting gas bumi diperkirakan rata-rata 1.250 juta barel setara minyak per hari.

"Perkiraan tingkat lifting tersebut, berdasarkan kapasitas produksi dan tingkat penurunan alamiah lapangan-lapangan migas yang ada, penambahan proyek yang akan segera beroperasi, serta rencana kegiatan produksi 2019," tandasnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.