Sukses

Astra International Sumbang 80 Persen Ekspor Otomotif RI

Presiden Direktur PT Astra International, Prijono Sugiarto menuturkan, perseroan masih impor di bisnis alat berat tetapi ekspor perseroan juga sumbang cadangan devisa.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus berupaya mengurangi defisit transaksi berjalan (current account deficit) dalam negeri. Salah satu upaya pemerintah ialah menekan impor barang konsumsi dengan evaluasi tarif Pajak Penghasilan (PPh) impor 900 komoditas.

Presiden Direktur PT Astra International Tbk (ASII) Prijono Sugiarto mengakui, perusahaan cukup besar dalam transaksi impor. Namun, Prijono berpendapat, perseroan juga berkontribusi besar dalam menyumbang devisa RI melalui transaksi ekspor.

"Impor memang masih terjadi di bisnis Astra, terutama di bisnis alat berat. Tetapi untuk ekspor kita juga menyumbang cadangan devisa (cadev)," tutur dia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (28/8/2018).

Lebih lanjut Prijono menjelaskan, perseroan khususnya divisi bisnis otomotif perusahaan berkontribusi hingga 80 persen untuk transaksi ekspor sendiri. "Ekspor otomotif Indonesia itu 70-80 persen datang dari Astra. Itu penyumbang cadev," ujar dia.

Prijono menuturkan, hal ini sejalan dengan arahan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang menyebutkan ekspor harus kembali ke RI

"Proceed dari ekspor itu harus masuk ke Indonesia, ini sesuai saran Pak Menko Darmin. Jadi hasil ekspor pasti bakal balik lagi ke RI," pungkas dia.

 

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

 

2 dari 2 halaman

Astra International Kantongi Pendapatan Rp 112,55 Triliun

Sebelumnya, PT Astra International Tbk (ASII) mencatatkan pertumbuhan laba dan pendapatan sepanjang semester I 2018. Hal itu didukung harga batu bara dan pertumbuhan ekonomi yang stabil.

PT Astra International Tbk membukukan pertumbuhan laba bersih 11 persen dari Rp 9,34 triliun pada semester I 2017 menjadi Rp 10,38 triliun pada semester I 2018.

Hal itu didukung pendapatan bersih naik 15 persen menjadi Rp 112,55 triliun hingga semester I 2018. Peningkatan pendapatan itu terutama berasal dari bisnis alat berat dan pertambangan. Demikian mengutip dari keterangan tertulis Kamis 26 Juli 2018.

Kontribusi dari tiap segmen bisnis terhadap laba bersih konsolidasi Astra International antara lain bisnis alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi tumbuh 60 persen dari Rp 2,05 triliun pada semester I 2017 menjadi Rp 3,28 triliun pada semester I 2018.

Disusul kontribusi laba dari teknologi informasi tumbuh 24 persen dari Rp 55 miliar pada semester I 2017 menjadi Rp 68 miliar pada semester I 2018. Selain itu, dari sektor jasa keuangan tumbuh lima persen dari Rp 2,03 triliun pada semester I 2017 menjadi Rp 2,14 triliun pada semester I 2018.

Sementara itu, kontribusi laba bersih dari infrastruktur dan logistik susut 96 persen dari Rp 110 miliar pada semester I 2017 menjadi Rp 4 miliar pada semester I 2018.

Disusul bisnis properti yang merosot 29 persen menjadi Rp 48 miliar pada semester I 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 68 miliar.

Dari bisnis perkebunan, kontribusinya turun 23 persen dari Rp 815 miliar pada semester I 2017 menjadi Rp 625 miliar pada semester I 2018. Kontribusi dari bisnis perkebunan menyusut lantaran dari penurunan harga minyak kelapa sawit. Sedangkan dari sektor otomotif stagnan Rp 4,21 triliun pada semester I 2018.

"Kinerja grup Astra hingga akhir 2018 diperkirakan cukup baik, didukung dengan stabilitas pertumbuhan ekonomi Indonesia dan harga batu bara yang stabil," ujar Presiden Direktur PT Astra International Tbk, Prijono Sugiarto.

Ia menuturkan, walaupun persaingan di pasar mobil dan melemahnya harga minyak kelapa sawit menjadi perhatian.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â