Liputan6.com, Jakarta - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) membukukan kinerja positif sepanjang sembilan bulan pertama 2018. Hal itu didukung kenaikan volume produksi dan harga jual rata-rata.
Mengutip laporan keuangan perseroan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (14/11/2018), PT Bukit Asam Tbk mencatatkan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 3,92 triliun hingga akhir September 2018. Laba perseroan tumbuh 49,66 persen dari periode sama tahun sebelumnya Rp 2,62 triliun.
Kenaikan laba didukung pertumbuhan pendapatan usaha sebesar 20,68 persen. Perseroan membukukan pendapatan Rp 16,03 triliun hingga akhir September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 13,28 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Beban pokok pendapatan naik 14,59 persen menjadi Rp 9,36 triliun hingga akhir kuartal III 2018. Hal itu mendorong laba kotor tumbuh 30,42 persen menjadi Rp 6,66 triliun.
Perseroan mencatatkan kenaikan pendapatan lainnya dari Rp 13,74 miliar hingga akhir kuartal III 2017 menjadi Rp 144,36 miliar hingga akhir kuartal III 2018. Penghasilan keuangan naik menjadi Rp 182,41 miliar hingga akhir kuartal III 2018 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 56,69 miliar. Laba dari entitas ventura naik menjadi Rp 120,70 miliar. Laba usaha perseroan tumbuh 39,86 persen menjadi Rp 5,17 triliun hingga akhir September 2018.
Dengan melihat kinerja itu, perseroan mencatatkan laba per saham naik menjadi 373 hingga akhir September 2018 dari periode sama tahun sebelumnya 249.
PT Bukit Asam Tbk mencatatkan harga jual rata-rata batu bara dari periode Januari-September 2018 naik 13 persen dari Rp 745.775 per ton menjadi Rp 841.655 per ton.
Kenaikan itu dipengaruhi kenaikan rata-rata batu bara Newcastle periode Januari-September cukup signifikan sebesar 27 persen. Selain itu, kenaikan rata-rata harga batubara acuan sebesar 20 persen.
PT Bukit Asam Tbk mencatatkan total liabilitas turun menjadi Rp 7,54 triliun pada 30 September 2018 dari periode 31 Desember 2017 sebesar Rp 8,18 triliun. Hal itu didukung pemenuhan liabilitas jangka pendek yang dimiliki oleh perseroan seperti pinjaman bank dan sewa pembiayaan. Ekuitas tercatat naik menjadi Rp 14,92 triliun. Perseroan kantongi kas Rp 6,05 triliun atau naik dari periode 31 Desember 2017 sebesar Rp 3,56 triliun.
2 BUMN Jalin Kerja Sama Pengembangan Batu Bara dengan Perusahaan AS
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) dan PT Bukit Asam Tbk resmi menjalin kerja sama dengan Air Products and Chemicals Inc. Kerjasama tersebut dalam hal pengembangan produk batubara untuk meningkatkan nilai tambahnya.
Air Products and Chemicals Inc merupakan perusahaan berbasis di Amerika Serikat yang pada 2018 mengakuisisi paten/teknologi gasifikasi batubara Shell.
Kerja sama ini meliputi pengembangan gasifikasi batubara di Mulut Tambang Batubara Peranap, Riau untuk menjadi dimethylether (DME) dan syntheticnatural gas (SNG).
Penandatanganan kerja sama tersebut berlangsung di Allentown, Amerika Serikat pada Rabu 7 November 2018.
Penandatanganan dilakukan Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan Chairman, President & CEO Air Products Seifi Ghasemi, juga disaksikan langsung Menteri BUMN Rini Soemarno.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, percepatan hilirisasi sektor pertambangan Indonesia merupakan langkah nyata pemerintah mendukung terjadinya nilai tambah produk di sektor tambang. Ini sekaligus juga sebagai upaya mendukung penghematan devisa negara.
Proses hilirisasi di sektor tambang juga akan membawa dampak besar bagi Indonesia, terutama dalam mengantisipasi terjadinya defisit transaksi berjalan (CAD).
"Terima kasih Bukit Asam dan Pertamina yang sudah turut aktif mewujudkan hilirisasi batubara ini. Indonesia harus terus mengembangkan industri hilirisasi batubara bukan hanya dalam mengurangi impor tetapi juga dalam rangka mengembangkan ekspor," kata Rini dalam keterangannya, Kamis 8 November 2018.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menegaskan, kerja sama Pertamina dengan Bukit Asam serta Air Products adalah langkah strategis bagi semua pihak, untuk meningkatkan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional, melalui pemanfaatan DME dan SNG.
“Sekitar 70 persen LPG masih diimpor, tahun 2017 Indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 7 juta ton LPG. Pabrik gasifikasi batubara ini adalah proyek yang sangat strategis secara nasional,” ujar Nicke.
Selain mewujudkan sinergi BUMN, Nicke menambahkan, kerjasama dengan PTBA dilakukan guna optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam nasional. “Pertamina dan PTBA merupakan dua perusahaan BUMN besar di Tanah Air. Sejalan dengan hal tersebut, kerjasama ini mencerminkan pemanfaatan energi dari dalam negeri untuk masyarakat Indonesia,” ujar dia.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengungkapkan, hilirisasi yang dilakukan PTBA ini diperkuat dengan sumber daya batubara sebesar 8,3 miliar ton dan cadangan batubara sebesar 3,3 miliar ton.
Pabrik gasifikasi di Peranap ini diharapkan dapat mulai beroperasi pada tahun 2022. Kapasitas pabrik yang akan didirikan dengan kapasitas 400 ribu ton DME per tahun, dan 50 mmscfd SNG.
Pada kesempatan gang sama, Chairman, President & CEO Air Products Seifi Ghasemi menegaskan bahwa pihaknya sebagai pemilik teknologi gas industri seperti syngas dan DME, berkomitmen dan mendukung penuh program hilirisasi batubara tersebut.
"Kami bersungguh-sungguh untuk menjadi bagian penting dari berdirinya industri dengan teknologi upstream menghasilkan syngas dan kemudian diolah melalui teknologi downstream baik untuk batubara maupun petrochemical” imbuh Seifi Ghasemi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement