Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) akan mengeluarkan surat keputusan (SK) pencabutan izin frekuensi PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Internux (selaku operator penyedia layanan internet 4G Bolt). Dengan ada sentimen itu, bagaimana pergerakan saham PT First Media Tbk?
Berdasarkan data RTI, Senin (19/11/2018), pada penutupan sesi pertama, saham PT First Media Tbk (KBLV) merosot 5,38 persen ke posisi Rp 352 per saham. Pada pembukaan perdagangan saham awal pekan ini, saham KBLV anjlok 24,73 persen menjadi Rp 280 per saham dari penutupan perdagangan Jumat pekan lalu Rp 372 per saham.
Sesi pertama perdagangan saham, saham KBLV sempat berada di level tertinggi 352 dan terendah 280 per saham. Saham KBLV tidak terlalu likuid. Pada sesi pertama, saham KBLV hanya ditransaksikan 8 kali dengan nilai transaksi Rp 1,5 juta.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip data RTI, year to date (ytd)Â rata-rata frekuensi perdagangan hanya 9 kali. Saham KBLV sempat di level tertinggi di posisi Rp 620 per saham pada 25 Mei 2018 dan terendah di posisi Rp 280 per saham pada 19 November 2018. Saham KLVB merosot 17,76 persen secara ytd.
Seperti diketahui, Kemkominfo akan cabut izin penggunaan frekuensi radio 2.3 GHz First Media dan Bolt lantaran belum bayar tagihan BHP frekuensi sejak 2016 hingga 2018. Padahal jatuh temponya pada 17 November 2018. Total tunggakannya mencapai Rp 708,4 miliar termasuk denda. Komposisi tunggakan antara lain First Media sebesar Rp 364,8 miliar dan Bolt berutang Rp 343,5 miliar.
Pencabutan izin penggunaan frekuensi ini sesuai dengan Pasal 83 ayat 1 PM Kominfo Nomor 9 Tahun 2018 tentang Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.
Sebelumnya, Kemkominfo telah menerbitkan beberapa kali surat peringatan dan mengundang penyelenggara yang belum melunasi BHP Frekuensi 2.3GHz untuk berkoornadinasi dalam menyelesaikan tunggakan.
Meski demikian, First Media menyatakan kalau pencabutan izin frekuensi PT First Media Tbk tidak akan berdampak terhadap layanan dari merek dagang First Media yang dioperasikan PT Link Net Tbk. Ini karena kedua usaha tersebut merupakan entitas berbeda.
PT First Media Tbk merupakan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang memiliki izin penyelenggaraan jaringan lokal berbasis packet switched baik melalui kabel dan pita frekuensi 2.3GHz. Sementara layanan First Media yang dioperasikan PT Link Net Tbk merupakan layanan tv kalbel dan fixed broadband cable internet berbasis kabel menggunakan hybrid fiber coaxial (HFC).
Pencabutan izin frekuensi pada PT First Media Tbk tidak akan berdampak pada layanan first media yang berbasis koaksial dan fiber optic sebagai medium penghantar.
Lalu bagaimana pergerakan saham PT Link Net Tbk (LINK) yang menjalankan tv berbayar first media?
Saham LINK naik 5,48 persen ke posisi Rp 5.200 per saham. Saham LINK sempat berada di level tertinggi Rp 5.400 per saham dan terendah Rp 4.880 per saham. Total frekuensi perdagangan 434 kali dengan nilai transaksi Rp 771 juta.
Â
Kemkominfo Keluarkan SK Pencabutan Izin Frekuensi First Media dan Bolt
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berencana mengeluarkan surat keputusan (SK) pencabutan izin frekuensi PT First Media Tbk dan PT Internux (selaku operator penyedia layanan internet 4G Bolt).
Hal ini disampaikan langsung oleh Plt Kepala Humas Kemkominfo, Ferdinandus Setu, kepada Tekno Liputan6.com.
"SK pencabutan izin frekuensi First Media dan Bolt sedang dalam proses paraf pejabat. Akan segera kami keluarkan siang ini," kata pria yang akrab disapa Nando tersebut, Senin (19/11/2018), melalui pesan singkat.
Tidak hanya First Media dan Bolt, Kemkominfo juga akan mencabut izin penggunaan pita frekuensi 2.3GHz yang dimiliki oleh PT Jasnita Telekomindo, perusahaan yang diketahui didirikan oleh Dirjen Aplikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan.
Pencabutan izin penggunaan pita frekuensi dilakukan lantaran ketiga perusahaan tersebut belum melunasi utang Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi 2.3GHz hingga akhir masa tenggat waktu pembayaran, yakni 17 November 2018.
Sebelumnya, Nando mengungkap, hingga batas akhir, Sabtu, 17 November 2018 pukul 23.59, ketiga operator tidak melakukan pelunasan utang BHP frekuensi.
Kedua perusahaan di bawah naungan grup Lippo, yakni First Media dan Bolt, belum membayar tagihan BHP frekuensi radio 2.3GHz sejak 2016 hingga 2018. Padahal, masa jatuh temponya adalah 17 November masing-masing tahun.
Total, tunggakan keduanya mencapai Rp 708,4 miliar, sudah termasuk denda. Dalam hal ini, First Media menunggak Rp 364,8 miliar dan Bolt berutang Rp 343,5 miliar.
Pencabutan izin penggunaan frekuensi ini sesuai dengan Pasal 83 ayat 1 PM Kominfo Nomor 9 Tahun 2018 tentang Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.
Sebelumnya, Kemkominfo telah menerbitkan beberapa kali surat peringatan dan mengundang penyelenggara yang belum melunasi BHP Frekuensi 2.3GHz untuk berkoornadinasi dalam menyelesaikan tunggakan.
Kemkominfo juga menerbitkan surat pemberitahuan kepada penyelenggara untuk melakukan langkah strategis dalam pengalihan pelanggan kepada penyelenggara telekomunikasi, jika penyelenggara tak melakukan pelunasan BHP dan dendanya, hingga jatuh tempo.
"Pencabutan izin dimaksud dilakukan setelah pemegang IPFR diberikan 3 (tiga) kali surat peringatan, dan tidak melunasi seluruh BHP Frekuensi Radio untuk IPFR tahunan berikut dendanya sampai dengan bulan ke-24 (dua puluh empat) sejak tanggal jatuh tempo BHP Frekuensi Radio terutang, yaitu selambat-lambatnya pada tanggal 17 November 2018," kata Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu dalam keterangan resminya.
Sekadar diketahui, First Media memiliki wilayah operasional di Sumatera bagian utara, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Banten. Sementara, wilayah operasional Bolt adalah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Banten.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement