Sukses

Pefindo Prediksi Penerbitan Obligasi Korporasi Capai Rp 130 Triliun di 2019

Penerbitan obligasi di 2019 diperkirakan turun sekitar 4 persen dibandingkan prediksi emisi surat utang sepanjang 2018.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi hanya sebesar Rp 130 triliun pada 2019. Jumlah itu sekitar 4 persen lebih rendah dibandingkan Rp 135 triliun prediksi emisi surat utang sepanjang 2018.

Menurut Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra, penurunan penerbitan obligasi korporasi tersebut antara lain dipicu oleh tingkat suku bunga yang tinggi seiring kebijakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan dan tahun politik.

"Dengan kenaikan suku bunga ini akan mempengaruhi minat penerbitan obligasi. Tapi kebutuhan untuk infrastruktur tetap tinggi. Sehingga diharapkan, walaupun kuponnya naik sedikit, korporasi tetap berminat," ucapnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Selasa (11/12/2018).

Untuk tahun depan, sambung Salyadi, pihaknya telah menerima mandat untuk penerbitan obligasi korporasi sekitar Rp 15 triliun. Mandat tersebut sebenarnya sudah ada antara satu hingga dua bulan lalu, namun perusahaan yang bersangkutan baru akan merealisasikan aksi korporasi tersebut pada Januari dan Februari 2019.

"Biasanya ada mandat lagi yang akan direalisakan pada second quartal," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Realisasi Penerbitan Obligasi

Hingga Oktober 2018, realisasi penerbitan obligasi baru mencapai Rp 123,8 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 98,1 triliun merupakan obligasi korporasi. Senilai Rp 22,1 triliun adalah Surat Utang Jangka Menengah (SUJM). Adapun sisanya Rp 3,6 triliun dalam bentuk sekuritisasi.

"Secara nominal, penerbitan baru per akhir Oktober 2018 didominasi oleh perusahaan dari sektor pembiayaan, perbankan dan konstruksi," terangnya.

Adapun total emisi obligasi perusahaan pembiayaan sepanjang periode Januari-Oktober 2018, tercatat sebesar Rp 39,9 triliun, perbankan Rp30,8 triliun, konstruksi Rp6,9 triliun dan telekomunikasi Rp7,5 triliun.

Selain itu, korporasi di sektor pertambangan Rp 2 triliun, makanan dan minuman Rp 764 miliar, properti 1 triliun dan lainnya Rp 34,9 triliun.