Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu bertahan di zona hijau pada perdagangan saham sesi pertama Selasa (15/1/2019).
Penguatan IHSG tersebut di tengah rilis data neraca perdagangan RI pada Desember 2018.
Pada penutupan sesi pertama, IHSG naik 15,67 poin atau 0,25 persen ke posisi 6.351,78. Indeks saham LQ45 menguat 0,15 persen ke posisi 1.009,13. Sebagian besar indeks saham acuan mampu menguat.
Advertisement
Sebanyak 206 saham menghijau sehingga mengangkat IHSG. 153 saham melemah dan 142 saham diam di tempat. Pada sesi pertama, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.365 dan terendah 6.333,64.
Baca Juga
Transaksi perdagangan saham cukup ramai. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 330.839 kali dengan volume perdagangan 7,6 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 4,2 triliun. Investor asing beli saham Rp 196,82 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di Rp 14.093.
Sebagian besar sektor saham menguat kecuali sektor saham pertanian turun 0,26 persen, sektor saham aneka industri susut 0,23 persen dan sektor saham keuangan melemah 0,07 persen.
Sementara itu, sektor saham konstruksi menanjak 1,33 persen, dan bukukan penguatan terbesar. Disusul sektor saham infrastruktur menanjak 0,66 persen dan sektor saham industri dasar mendaki 0,61 persen.
Saham-saham catatkan penguatan terbesar antara lain saham TIRA menguat 25,81 persen ke posisi Rp 234 per saham, saham LPCK melonjak 23,68 persen ke posisi Rp 2.350 per saham, dan saham ONIX mendaki 23,13 persen ke posisi Rp 330 per saham.
Saham-saham yang tertekan antara lain saham ARTA melemah 22,90 persen ke posisi Rp 1.010 per saham, saham POLI tergelincir 7,94 persen ke posisi Rp 1.450 per saham, dan saham BEEF turun 7,55 persen ke posisi Rp 294 per saham.
Bursa saham Asia bervariasi. Indeks saham Hong Kong Hang Seng naik 1,63 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi mendaki 1,32 persen, indeks saham Jepang Kospi menanjak 0,90 persen.
Selain itu, indeks saham Shanghai menguat 0,86 persen, indeks saham Singapura menanjak 1,37 persen dan indeks saham Taiwan naik 0,81 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit sebesar USD 1,10 miliar pada Desember 2018. Dengan demikian sepanjang 2018 Indonesia defisit sebesar USD 8,57 miliar.
Alasan IHSG Masih Menghijau pada Sesi I
Dalam laporan PT Ashmore Assets Management menyebutkan, IHSG mampu menguat seiring aliran dana investor asing masuk ke pasar saham dan obligasi. Aliran dana investor asing itu menopang IHSG di tengah rilis data ekonomi neraca perdagangan yang tercatat defisit pada Desember.
Ashmore menilai, hal ini bagian dari psikologis investasi. Pelaku pasar tidak pengaruhi defisit dan fundamental ekonomi.
"Angka neraca perdagangan tidak terlalu buruk dan alami tren penurunan. Yang jadi perhatian yaitu ekspor. Ekspor tambang dan manufaktur turun masing-masing 20,8 persen dan 3,9 persen,” tulis laporan Ashmore.
Sementara itu, impor meningkat didorong barang konsumsi. “Kami perkirakan defisit transaksi berjalan pada kuartal IV 2018 akan mencapai lebih dari 3,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada 2018 akan berada di kisaran 3 persen-3,25 persen. Ini jadi tantangan untuk rupiah,” tulis Ashmore.
VP Sales and Marketing PT Ashmore Asset Management Indonesia, Angganata Sebastian menuturkan, pelaku pasar dalam periode risk on memang kadang mengabaikan fundamental ekonomi. Pelaku pasar juga sudah antisipasi neraca perdagangan yang defsiit.
"Sebenarnya walaupun defisit angka yang keluar masih sedikit lebih baik dari harapan,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, pada 2017 memang terjadi surplus sekitar USD 11,8 miliar. Hal itu dibantu harga komoditas yang meningkat dan impor barang tidak setinggi 2018.
"Perlu diingat 2018, angka konsumsi lebih baik diakibatkan beberapa event seperti Asian Games dan Pilkada," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement