Sukses

Investor Asing Borong Saham, IHSG Menguat ke 6.408,78

Sebagian besar sektor saham menguat kecuali sektor saham perkebunan yang turun 0,45 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau pada perdagangan Selasa pekan ini. Sektor saham industri dasar menjadi pendorong penguatan.

Pada penutupan perdagangan saham, Selasa (15/1/2019), IHSG menguat 72,66 poin atau 1,15 persen ke posisi 6.408,78. Indeks saham LQ45 juga menguat 1,16 persen ke posisi 1.019,29. Seluruh indeks saham acuan menghijau.

Sebanyak 234 saham melemah sehingga mengangkat IHSG. Selain itu 170 saham melemah dan 138 saham diam di tempat. Pada Selasa pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 6.408,78 dan terendah 6.333,64.

Total frekuensi perdagangan saham sekitar 576.846 kali dengan volume perdagangan saham 17,5 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 10,7 triliun. Investor asing beli saham Rp 828 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.093.

Sebagian besar sektor saham menguat kecuali sektor saham perkebunan yang turun 0,45 persen. Sektor saham industri dasar menguat 2,43 persen, dan bukukan kenaikan terbesar. Disusul sektor saham kontruksi menguat 1,87 persen dan sektor saham infrastruktur naik 1,79 persen.

Saham-saham yang menguat antara lain saham TIRA melonjak 34,41 persen ke posisi Rp 250 per saham, saham INPP mendaki 23,81 persen ke posisi Rp 650 per saham, dan saham LPCK menanjak 23,16 persen ke posisi Rp 2.340 per saham.

Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham ARTA turun 23,66 persen ke posisi Rp 1.000 per saham, saham ABDA susut 20 persen ke posisi Rp 4.480 per saham, dan saham BEEF melemah 15,72 persen ke posisi Rp 268 per saham.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Alasan Penguatan

Dalam laporan PT Ashmore Assets Management menyebutkan, IHSG mampu menguat seiring aliran dana investor asing masuk ke pasar saham dan obligasi. Aliran dana investor asing itu menopang IHSG di tengah rilis data ekonomi neraca perdagangan yang tercatat defisit pada Desember.

Ashmore menilai, hal ini bagian dari psikologis investasi. Pelaku pasar tidak pengaruhi defisit dan fundamental ekonomi.

"Angka neraca perdagangan tidak terlalu buruk dan alami tren penurunan. Yang jadi perhatian yaitu ekspor. Ekspor tambang dan manufaktur turun masing-masing 20,8 persen dan 3,9 persen,” tulis laporan Ashmore.

Sementara itu, impor meningkat didorong barang konsumsi. “Kami perkirakan defisit transaksi berjalan pada kuartal IV 2018 akan mencapai lebih dari 3,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada 2018 akan berada di kisaran 3 persen-3,25 persen. Ini jadi tantangan untuk rupiah,” tulis Ashmore.