Sukses

Kebijakan The Fed Jadi Katalis Positif IHSG Sepekan

Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat selama sepekan.

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat selama sepekan. Ini ditopang keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve pertahankan suku bunga acuan.

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (2/2/2019), IHSG menguat 0,86 persen pada periode 25 Januari 2019-1 Februari 2019. IHSG naik dari posisi 6.482 pada 25 Januari 2019 ke posisi 6.538,63 pada 1 Februari 2019.

IHSG menguat didorong saham kapitalisasi besar masuk indeks LQ45 menguat 1,55 persen. Investor asing beli saham USD 201 juta  atau sekitar Rp 2,8 triliun (asumsi kurs Rp 13.954 per dolar AS).

Keputusan bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) menahan suku bunga juga menjadi katalis positif bagi IHSG pada pekan ini. Sementara itu, indeks obligasi naik 9,76 persen selama sepekan. Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun ke posisi 7,9 persen. Investor asing beli obligasi USD 148 juta atau sekitar Rp 2,06 triliun.

Sejumlah sentimen pengaruhi pasar keuangan global termasuk IHSG. Pertama, keputusan the Federal Reserve menahan suku bunga menjadi katalis positif. Pimpinan The Federal Reserve Jerome Powell menuturkan, bank sentral telah mengubah pandangannya mengenai kenaikan suku bunga.

"Kenaikan suku bunga agak melemah," ujar dia.

Pernyataan itu usai FOMC memutuskan mempertahankan suku bunga 2,25 persen-2,5 persen.

Selain itu, the Federal Reserve berjanji lebih sabar untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut. Ini seperti yang diharapkan karena pasar telah memberikan tanda-tanda potensi resesi jika the Fed terus menaikkan suku bunga.

 

2 dari 3 halaman

Brexit hingga Inflasi Jadi Perhatian

Kedua, kinerja keuangan perusahaan AS juga mengalahkan estimasi. Facebook melaporkan laba dan pendapatan lebih baik dari perkiraan pada Rabu pekan ini. Ini seiring kenaikan penjualan iklan dan produk lebih tinggi. Perseroan mencatatkan pendapatan USD 16,91 miliar selama kuartal IV 2019. Angka ini melampaui prediksi pasar USD 16,39 miliar.

Ketiga, perang dagang. Pada pekan ini diadakan negosiasi selama dua hari antara AS dan China. Presiden AS Donald Trump optimistis tentang perjanjian perdagangan yang menyeluruh dengan China. Namun, pengaturan gagal membuka pasar China secara luas untuk industri dan pertanian AS tidak akan dapat diterima.

Keempat, pelaku pasar juga mencermati Brexit. Dua bulan dari tenggat waktu Brexit, sepertiga perusahaan berencana keluar dari Inggris. Hampir satu dari tiga perusahaan di Inggris berencana merelokasi operasi ke luar negeri. The institute of Directors (IoD) mengingatkan kalau 29 perusahaan yang disurvei percaya kalau Brexit menimbulkan risiko signifikan terhadap operasi di Inggris dan memindahkan bisnis ke luar negeri dan ada yang masih berencana.

Dari internal,  inflasi cenderung melambat. Tercatat inflasi Januari sebesar 0,32 persen pada Januari 2019. Angka ini lebih rendah dalam dua tahun sebelumnya 0,67 persen dan 0,97 persen. Inflasi tahunan mencapai 2,82 persen pada Januari 2019 dibandingkan Januari 2018 sebesar 3,25 persen.

 

3 dari 3 halaman

Lalu Apa yang Dicermati ke Depan?

Lalu apa yang dicermati ke depan?

Ashmore melihat sejauh mana pasar saham dapat reli. Hal ini mengingat pada pertemuan pertama bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve pada 2019 menahan suku bunga. Ini menunjukkan the Fed menahan suku bunga tanpa batas waktu.

Sejak kuartal IV 2018, Ashmore melihat ekonomi AS melambat imbas perang dagang yang dimulai pada 2018. Hal itu mendorong the Fed untuk melunak terkait kebijakan moneternya.

“Namun, the Fed terus menaikkan suku bunga hingga Desember 2018 karena angka ekonomi campuran. Akan tetapi, Powell berbalik dovish karena ekonomi global dilaporkan melambat karena perang dagang dan kekhawatiran Brexit,” tulis Ashmore.

Pasar saham di seluruh dunia positif merespons keputusan bank sentral AS. Indeks saham S&P 500 naik 1,48 persen. Indeks saham MSCI EU menguat 0,34 persen, dan indeks saham MSCI EM mendaki 1,7 persen.

Bursa saham Indonesia pun melanjutkan reli dengan IHSG naik 0,86 persen selama sepekan. Ashmore menilai, penurunan risiko global dan the Fed merespons kelemahan sehingga memperlambat kenaikan suku bunga akan menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada tahun lalu, rupiah sudah melemah delapan persen. Hal itu menganggu valuasi pada 2018.

"Kami pikir, ketika rupiah menguat, ada ruang lebih lanjut untuk reli," tulis analisAshmore.

Ashmore juga melihat the Fed mungkin akan menghentikan menaikkan suku bunga. Hal ini pengaruhi jarak imbal hasil obligasi surat berharga AS dan Indonesia.

"Asalkan inflasi tetap 3,5 persen dan jarak imbal hasil rata-rata dalam tiga tahun 3,4 persen, ini menunjukkan imbal hasil obligasi 10 tahun dapat turun menjadi 7,33 persen,” tulis Ashmore.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: