Sukses

Bank Kalsel Berencana IPO di 2020

Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan didirikan pada tanggal 25 Maret 1964.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Selatan Kalsel) berencana untuk mencatatkan saham perdana atau initial public offering (IPO) pada 2020. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan (Kalse) Rudy Resnawan saat mengunjungi Bursa Efek Indonesia (BEI).

"Iya, Bank Kalsel siap untuk mencatatkan saham perdana atau go public," ujarnya saat menyambangi BEI, Jumat (15/2/2019).

Rencanaa IPO diputuskan tahun depan dan bukan tahun ini karena stakeholder seperti pemegang saham dan direksi perlu membahas lebih lanjut mengenai ha yang harus disiapkan.

"Mudah-mudahan paling lambat tahun depan. Dibahas sedemikian rupa dulu, dengan para pemegang saham untuk bisa go public," ujar Rudy.

Sebagai informasi saja, Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan didirikan pada tanggal 25 Maret 1964.

Adapun tujuan pendirian Bank Kalsel adalah untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah serta sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

BEI Yakin Lebih dari 57 Perusahaan Bakal IPO di Tahun Politik

Sebelumnya, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djayadi yakin jumlah emiten baru yang akan melakukan Penawaran Umum Perdana saham (Initial Public Offering/IPO) sepanjang tahun 2019 bisa mencapai lebih dari 57 perusahaan.

Menurutnya, pesta demokrasi yang dilakukan secara bersamaan tahun ini yakni pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), tak akan menyurutkan langkah beberapa perusahaan untuk mencatatkan saham di BEI. Kendati begitu, dia belum mau mengungkapkan berapa banyak perusahaan yang bisa diajakk untuk melantai di bursa saham Indonesia. 

"Kami harapkan lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2018, kami capai 57 perusahaan yang listing. Kami harapkan tahun ini bisa lebih dari itu. Berapa tepatnya? Belum bisa bilang, tapi arahnya lebih dari itu (57)," jelas dia di Gedung BEI, Rabu (2/1/2019).

Inarno menjelaskan, untuk mencapai target emiten baru tersebut, BEI telah menyiapkan sejumlah strategi. Itu antara lain adalah melalui program sosialisasi dan edukasi berkesinambungan ke berbagai perusahaan.

"Selain itu, kita juga akan bekerjasama dengan para pemangku kepentingan seperti perusahaan penjamin emisi efek (underwriter), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan, dan Menteri Negara (Meneg) Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kita bisa coba, this is the time untuk masuk ke publik," ujarnya.

Sebagai informasi, pada 2018, jumlah korporasi yang melakukan IPO saham meningkat 54 persen menjadi 57 perusahaan ketimbang 37 perusahaan di tahun 2017.

Adapun total dana publik yang berhasil dihimpun dari aksi pencatatan perdana saham tersebut mencapai Rp 16,01 triliun sepanjang tahun lalu. Angka itu meningkat 68 persen dibandingkan Rp 9,5 triliun pada 2017.

"Jadi ini merupakan jumlah pencatatan perdana saham tertinggi selama kurun waktu 26 tahun terakhir sejak swastanisasi Bursa Efek Indonesia pada tahun 1992. Jumlah pencapaian ini juga merupakan yang terbanyak di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada tahun 2018," tandasnya.