Sukses

Rupiah Menguat, IHSG Ditutup Naik ke 6.494,63

Total frekuensi perdagangan saham 494.481 kali dengan volume perdagangan 15,1 miliar saham.

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus berada di zona hijau hingga penutupan pada perdagangan saham Kamis pekan ini. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di posisi Rp 14.180.

Pada penutupan perdagangan saham, Kamis (4/4/2019), IHSG menguat 18,56 poin atau 0,29 persen ke posisi 6.494,63. Indeks saham LQ45 menguat 0,61 persen ke posisi 1.025,95. Sebagian besar indeks saham acuan kompak menguat.

Sebanyak 172saham menguat. Sedangkan 227 saham melemah sehingga menahan penguatan IHSG dan 128 saham diam di tempat. Pada Kamis pekan ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.505,79 dan terendah 6.480,07.

Total frekuensi perdagangan saham 494.481 kali dengan volume perdagangan 15,1 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 10,3 triliun. Investor asing beli saham Rp 757 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di posisi Rp 14.180.

Sektor saham yang menguat dan tertekan sama besar. Sektor yang menghijauadalah perkebunan, aneka industri, kontruksi, infrasturktur dan keuangan.

Sementara itu, sektor saham pertambangan, industri dasar, barang konsumsi, perdagangan dan manufaktur melemah.

Saham-saham catatkan penguatan terbesar antara lain saham GLOB naik 24,86 persen ke posisi Rp 442 per saham, saham RODA melonjak 22,49 persen ke posisi Rp 610 per saham, dan saham RAJA mendaki 17,36 persen ke posisi Rp 284 per saham.

Sementara itu, saham-saham yang tertekan antara lain saham GAMA tergelincir 25,37 persen ke posisi Rp 50 per saham, saham CAKK merosot 24,80 persen ke posisi Rp 185 per saham, dan saham TRIO terpangkas 16,39 persen ke posisi Rp 204 per saham.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kinerja IHSG Tumbuh 4 Persen pada Kuartal I 2019

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung konsolidasi pada kuartal I 2019. Hal itu seiring pelaku pasar wait and see kondisi dalam negeri dan luar negeri pada Maret 2019.

Mengutip data Bloomberg, Kamis (4/4/2019), IHSG naik 4,4 persen dari posisi 6.194,50 pada 28 Desember 2018 menjadi 6.468,76 pada 29 Maret 2019.

Pada awal 2019, laju IHSG cenderung menguat. Dari posisi 6.194 pada 28 Desember 2018 ke posisi 6.532 pada 31 Januari 2019.

Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, IHSG cenderung menguat pada Januari 2019 didorong January Effect. Saat itu juga sentimen perang dagang China-Amerika Serikat (AS) juga mulai mereda. 

Dari eksternal, pernyataan bank sentral AS atau the Federal Reserve yang cenderung dovish dengan bersabar untuk menaikkan suku bunga pada 2019.

"Januari ada January Effect membuat IHSG menguat," ujar Nafan saat dihubungi Liputan6.com.

Akan tetapi, menurut Nafan, memasuki Februari hingga Maret 2019, IHSG cenderung konsolidasi. Hal ini karena pasar masih wait and see sentimen global dan internal. Dari global, pelaku pasar khawatir dengan pertumbuhan ekonomi global.

IHSG cenderung konsolidasi ini juga ditunjukkan dari posisi IHSG di 6.547,87 pada 6 Februari 2019 kemudian cenderung turun ke posisi 6.366 pada 11 Maret 2019. Laju IHSG pun beranjak naik sejak 12 Maret 2019. Hingga akhirnya berada di posisi 6.468,76 pada 29 Maret 2019.

"IHSG sideways memasuki Februari hingga kini. Pelaku pasar wait and see terkait dinamika politik dalam negeri dengan aka nada pesta demokrasi. Sedangkan sentimen global agak positif dari dovish the Federal Reserve. Pelaku pasar juga khawatir resesi," ujar Nafan.

Hingga perdagangan 1 April 2019, sektor saham infrastruktur, utilitas, dan transportasi mencatatkan performa tertinggi dengan naik 9,08 persen. Kemudian sektor saham keuangan menguat 7,56 persen dan sektor saham properti, real estate, dan konstruksi tumbuh 5,55 persen. Hal itu seperti dikutip dari data BEI.

Nafan perkirakan, IHSG sentuh posisi 6.675 dalam jangka pendek. Memasuki awal kuartal II 2019, Nafan menilai pelaku pasar masih wait and see terutama menyambut penyelenggaran pemilihan umum (pemilu) 2019. Akan tetapi, IHSG berpotensi menguat kalau dilihat secara historical.

"Rata-rata IHSG tumbuh 55,98 persen dari pelaksanaan pemilu 1999,2004,2009, dan 2014. Secara historical cenderung menguat. Pelaku pasar akan mulai berani masuk usai pemilu menunjukkan hasil positif,” ujar dia.

Adapun sentimen lainnya yang akan pengaruhi yaitu lembaga pemeringkat internasional Fitch Rating yang menyebutkan prospek Indonesia masih stabil juga jadi katalis positif dan kategori investment grade.

Selain itu, stabilitas fundamental ekonomi Indonesia yang terjaga, meredanya sentimen perang dagang antara AS-China, dan berakhirnya rezim suku bunga tinggi bagi bank sentral dunia akan topang IHSG ke depan.

"Namun ketidakpastian Brexit, geopolitik, negosiasi perdagangan AS-China dan ancaman defisit neraca dagang akibat tergantung impor juga jadi hambatan," kata dia.