Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah selama sepekan. Aliran dana investor asing cenderung stabil.
Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (13/4/2019), IHSG merosot 1,07 persen dari posisi 6.474 pada Jumat, 5 April 2019 menjadi 6.405 pada Jumat 12 April 2019. Saham-saham kapitalisasi besar masuk indeks saham LQ45 cenderung turun sekitar 1,25 persen selama sepekan.
Investor asing beli saham USD 120 juta atau sekitar Rp 1,69 triliun (asumsi kurs Rp 14.102 per dolar AS).
Advertisement
Sementara itu, indeks obligasi susut 0,19 persen didorong kekhawatiran pelaku pasar terhadap defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal I 2019. Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun cenderung mendatar di kisaran 7,69 persen.
Baca Juga
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah ke posisi 14.120. Hingga Selasa, investor asing beli obligasi mencapai USD 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun. Sejumlah sentimen pengaruhi pasar keuangan global termasuk laju IHSG pada pekan ini.
Dari eksternal, sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China masih menjadi perhatian pasar.
Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin menuturkan, antara AS dan China banyak setuju untuk mekanisme penegakan kesepakatan perdagangan. Kedua belah pihak juga akan membangun "enforcement offices" untuk menangani masalah yang berkelanjutan.
Akan tetapi, belum jelas ketentuan mana dari perjanjian perdagangan yang akan ditegakkan dan seberapa besar kekuatan AS harus memberikan sanksi jika China ingkari perjanjian.
Para pemimpin perusahaan pun mengamati seksama untuk melihat bagaimana persis AS akan memastikan China memegang komitmennya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Selanjutnya
Kemudian tingkat inflasi AS juga menjadi perhatian pasar. Tingkat inflasi tahunan naik menjadi 1,9 persen pada Maret 2019 dari 2,5 tahun sekitar 1,5 persen pada bulan sebelumnya dan di atas konsensus pasar 1,8 persen.
Harga makanan naik dengan kecepatan lebih cepat sementara deflasi energi mereda. Tingkat inflasi inti yang tidak termasuk item volatile seperti makanan dan energi turun ke dua persen dari 2,1 persen pada Februari. Angka ini tepat di bawah perkiraan 2,1 persen.
Selanjutnya the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS. Pejabat the Fed tidak berharap membuat perubahan pada kebijakan suku bunga pada 2019 di tengah kekhawatiran tentang negosiasi perdagangan, Brexit dan perlambatan ekonomi lebih besar dari Eropa dan China.
The Federal Reserve juga mencermati data ekonomi dan perkembangan lainnya untuk menentukan arah kebijakan moneternya terkait suku bunga.
Dari China, rilis data ekonomi inflasi menunjukkan kenaikan menjadi 2,3 persen secara year on year (YoY) pada Maret dari bulan sebelumnya 1,5 persen. Angka tersebut sejalan dengan konsensus pasar.Inflasi China merupakan level tertinggi sejak Oktober 2018, didorong lonjakan harga makanan.
Advertisement
Brexit
Selain itu, China membukukan surplus perdagangan pada Maret 2019. Tercatat surplus perdagangan mencapai USD 32,64 miliar pada Maret 2019, berbalik dari defisit sekitar USD 5,77 miliar pada bulan sama tahun sebelumnya.
Secara YoY, ekspor naik 14,2 persen menjadi USD 198,7 miliar. Sementara itu, impor turun 7,6 persen menjadi USD 166 miliar.
Selama tiga bulan pertama 2019, surplus perdagangan melebar menjadi USD 76,3 miliar dari periode sama tahun lalu USD 54,6 miliar.
Surplus perdagangan dengan AS, merupakan pasar ekspor terbesar China menyempit menjadi USD 20,5 miliar pada Maret dari posisi USD 14,72 miliar pada periode sebelumnya.
Untuk periode Januari-Maret, surplus perdagangan dengan AS tercatat USD 62,66 miliar.
Selain itu, pelaku pasar juga mencermati Brexit. Uni Eropa memutuskan memperpanjang waktu keputusan untuk keluar dari blok itu atau disebut Brexit menjadi 31 Oktober.
Lalu apa yang dicermati ke depan?
Ashmore melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung sempit.
Sedangkan pada Februar-Maret, IHSG ditransaksikan perdagangan 40-50 poin.
Memasuki April, angka tersebut telah turun jauh. Ini bisa menjadi pasar kurang arah dan menunggu katalis utama. Namun, ketika perdagangan saham meningkat dibandingkan sideway.
Â