Liputan6.com, Jakarta - Saham PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) cenderung melemah pada perdagangan saham Selasa pekan ini.
Pelemahan saham GJTL tersebut terjadi di tengah laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat.
Berdasarkan data RTI, Selasa (11/6/2019), saham PT Gajah Tunggal Tbk turun 2,92 persen atau 20 poin ke posisi Rp 665 per saham.
Advertisement
Baca Juga
Saham GJTL sempat berada di level tertinggi Rp 690 per saham dan terendah Rp 655 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 1.341 kali dengan nilai transaksi Rp 9,1 miliar.
Sementara itu, laju IHSG menguat 16,38 poin atau 0,26 persen ke posisi 6.305,99. Indeks saham LQ45 menguat 0,03 persen ke posisi 1.002,31. Sebagian besar indeks saham acuan menguat.
Bila melihat pergerakan saham sepanjang 2019, laju saham GJTL cenderung naik tipis. Saham GJTL menguat 5,38 persen ke posisi Rp 685 per saham pada penutupan perdagangan saham 10 Juni 2019.
Saham GJTL sempat berada di level tertinggi 840 dan terendah 605 per saham. Total volume perdagangan 994,78 juta saham dengan nilai transaksi Rp 730,6 miliar. Total frekuensi perdagangan 103.751 kali. Investor asing pun lepas saham GJTL sekitar Rp 40,4 miliar sepanjang tahun berjalan 2019.
Sebelumnya, pada Senin, 10 Juni 2019, KPK menetapkan pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk BDNI. Â
Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menilai, sentimen BLBI tersebut tidak terlalu pengaruhi pergerakan saham GJTL. Ia menuturkan, hal ini ditunjukkan dari pelemahan saham GJTL yang tidak terlalu signifikan.
"Ini berarti tidak adanya sentimen yang berkaitan dengan BLBI tersebut," kata Nafan saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, saham GJTL melemah karena minimnya volume beli.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Selanjutnya
Sebelumnya berdasarkan data Forbes 2018, Sjamsul Nursalim masuk 50 besar orang terkaya di Indonesia. Total kekayaan USD 810 juta atau sekitar Rp 11,52 triliun (asumsi kurs Rp 14.234 per dolar AS) pada Desember 2018.
Mengutip Forbes, Perusahaan ban yang didirikannya yaitu PT Gajah Tunggal memproduksi 30 persen ban untuk Afrika, Asia Tenggara, dan Timur Tengah.
Mengutip laman Gajah Tunggal, perseroan didirikan pada 1951 sebagai produsen ban sepeda. Kemudian memperluas kapasitas produksi dan awal diversifikasi dalam pembuatan ban sepeda motor dan ban dalam. Selain itu, akhirnya ke dalam pembuatan ban kendaraan penumpang dan komersial.
Perusahaan mulai memproduksi ban sepeda motor pada 1971. Kemudian mulai memproduksi ban bias untuk penumpang dan kendaraan komersial pada 1981. Perseroan mencatatka saham di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya pada 1990.
Selanjutnya, pada 1991, perseroan akuisisi GT Petrochem Industries sebuah produsen kain bank (TC) dan benang nilon.
Pada 1993, perusahaan mulai memproduksi dan menjual ban radial untuk mobil penumpang dan truk ringan. Pada 2010, perusahaan mengembangkan kemampuan produksi ban TBR.
Mengutip Forbes, pihaknya juga memiliki saham di Mitra Adiperkasa yang operasikan sejumlah merek global di Indonesia.
Â
Advertisement
Penetapan KPK
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk BDNI.
"Setelah melakukan proses penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup KPK menetapkan SJN (Sjamsul) dan ITN (Itjih) sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 10 Juni 2019.
Menurut Saut, Sjamsul dan Itjih diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung. Syafruddin sudah divonis 15 tahun dalam kasus ini.
"Terkait dengan pihak yang diperkaya, pada pertimbangan Putusan Pengadilan Tipikor No. 39/Pid.Sus/Tpk/2018/PN.Jkt.Pst disebutkan secara tegas bahwa tindakan terdakwa Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 Triliun," kata Saut.
Saut memastikan, penetapan tersangka terhadap pasangan suami istri ini sudah sesuai dengan proses hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 44 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Sjamsul dan Itjih sendiri sudah beberapa kali dipanggil oleh tim lembaga antirasuah, namun sejauh ini keduanya tidak kooperatif. Yakni pada 8 dan 9 Oktober 2018, 22 Oktober 2018, dan 28 Desember 2018.
"KPK sudah memberikan ruang terbuka yang cukup pada Sjamsul dan isterinya untuk memberikan keterangan, Informasi, bantahan atau bukti lain secara adil dan proporsional. Akan tetapi, hal tersebut tidak dimanfaatkan oleh pihak Sjamsul dan isteri," kata Saut.
Atas perbuatannya, Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Â
Â