Sukses

BEI Duga Ada 41 Saham Gorengan di 2019

BEI identifikasi saham gorengan karena kenaikan harga terhadap fundamental perusahaan yang dinilai tak wajar.

Liputan6.com, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengidentifikasi adanya 41 saham yang diduga sebagai saham gorengan sepanjang 2019.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widito Widodo menyampaikan, nilai Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) 41 perusahaan tersebut kecil, hanya sekitar 8,3 persen dari transaksi harian di 2019 yang mencapai Rp 9,1 triliun.

"Jadi ada 41 saham yang kita identifikasi. Itu volumenya besar karena recehan nilainya, tapi value traded-nya kecil, hanya 8,3 persen," terang Laksono di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/1/2020).

Laksono pun menjelaskan indikator BEI mensinyalir bahwa 41 saham gorengan tersebut. Hal pertama yakni terkait adanya kenaikan harga terhadap fundamental perusahaan yang dinilai tak wajar.

"Jadi informasi itu yang kami himpun, karena laporan keuangannya mudah didapat sebagai bursa. Yang kedua juga mendengar input dari market, ada perusahaan yang kita lihat kenaikannya tak wajar," paparnya.

Namun demikian, ia belum mau menyebutkan siapa saja nama-nama saham yang teridentifikasi gorengan tersebut, lantaran BEI baru memasuki tahap identifikasi.

"Untuk menghormari asas praduga tak bersalah, jadi kami belum bisa sebutkan siapa saja," ujar Laksono.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

BPK Catat Jiwasraya Rugi Rp 10,4 T Akibat Investasi Saham Gorengan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat PT Asuransi Jiwasraya mengalami indikasi kerugian sebesar Rp 10 triliun akibat investasi pada saham gorengan. Saham gorengan yang dimaksud adalah perusahaan menyimpan dana pada saham-saham berkualitas rendah.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, dalam proses jual beli saham pihak Jiwasraya terlibat dalam permainan negosiasi harga saham. Padahal seharusnya sebagai investor, seharusnya Jiwasraya tidak memiliki hak untuk menentukan harga saham.

"Jual beli dilakukan dengan pihak tertentu secara negosiasi agar bisa memperoleh harga tertentu yang diinginkan. Kepemilikan saham tertentu melebihi batas maksimal, yaitu di atas 2,5 persen," ujar Agung di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Rabu (8/1/2019). 

Adapun saham-saham yang dimaksud adalah beberapa saham dengan kode SMBR, BJBR dan PPPRO. Untuk ketiga saham ini, indikasi kerugian sementara tercatat sekitar Rp 4 triliun.

"Indikasi kerugian sementara Jiwasraya atas transaksi tersebut diperkirakan sekitar Rp 4 triliun," papar Agung.