Sukses

Menunggu Data Manufaktur China, Bursa Asia Menguat Tipis

Secara keseluruhan, indeks MSCI Asia di luar Jepang diperdagangkan 0,76 persen lebih tinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Asia menguat pada pembukaan perdagangan Selasa ini. Investor tengah menunggu rilis data ekonomi China atau tepatnya manufacturing Purchasing Managers’ Index.

Mengutip CNBC, Selasa (31/3/2020), bursa Australia memimpin kenaikan di Asia Pasifik. Indeks S&P/ASX 200 naik 3,17 persen. Di Korea Selatan, indeks Kospi juga naik 1,63 persen, sementara indeks kosdaq naik 2,58 persen.

Di Jepang, indeks Nikkei 225 Jepang mengalami kenaikan 0,51 persen, sementara indeks Topix naik 0,13 persen. Secara keseluruhan, indeks MSCI Asia di luar Jepang diperdagangkan 0,76 persen lebih tinggi.

Investor tengah menunggu data manufaktur China untuk bulan Maret ini. Data tersebut dapat memberikan petunjuk dampak ekonomi dari wabah corona di China.

"Kami mengharapkan data manufaktur China rebound dari 35,7pt pada Februari menjadi 45pt pada Maret," kata analis Commonwealth Bank of Australia, Joseph Capurso.

Angka manufaktur di bawah 50 menandakan kontraksi, sementara angka di atas level tersebut mengindikasikan ekspansi.

 

2 dari 2 halaman

Wall Street dan Harga Minyak

Semalam di Wall Street, Dow Jones Industrial Average naik 690,70 poin dan ditutup pada 22.327,48. Sementara S&P 500 menambahkan 3,4 persen dan berakhir di 2.626,65. Untuk Nasdaq Composite juga ditutup 3,6 persen lebih tinggi pada 7.774,15.

Harga minyak berusaha untuk pulih dari kejatuhan hari sebelumnya di perdagangan Asia pada Selasa ini. Harga minyak Brent yang merupakan patokan internasional naik 1,19 persen menjadi USD 23,03 per barel. Minyak mentah berjangka AS juga naik 2,84 persen menjadi USD 20,66 per barel.

Pergerakan itu terjadi setelah harga minyak anjlok pada hari Senin ke level terendah dalam hampir dua dekade. Harga minyak Brent turun 8,7 persen menjadi USD 22,76 per barel, harga terakhir terlihat pada tahun 2002.

Sedangkan harga minyak mentah AS turun 6,6 persen, atau USD 1,42, menjadi USD 20,09 per barel, level terendah sejak Februari 2002.