Liputan6.com, Jakarta - Wall Street atau bursa saham di New York Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta) atau hari pertama di Agustus. Peguatan ini masih dipengaruhi oleh kenaikan saham-saham teknologi.
Mengutip CNBC, Selasa (4/8/2020), Dow Jones Industrial Average ditutup 236,08 poin lebih tinggi atau naik 0,9 persen ke level 26.664,40. Nasdaq Composite melonjak 1,5 persen ke level tertinggi sepanjang masa dan mengakhiri perdagangan di 10.902,80.
Sedangkan S&P 500 naik 0,7 persen menjadi 3.294,61, level penutupan tertinggi sejak 21 Februari. S&P 500 juga hanya selisih 3 persen dari level tertinggi sepanjang masa.
Advertisement
Saham-saham perusahaan teknologi memimpin kenaikan indeks saham Wall Street pada perdagangan di awal pekan ini. Saham Microsoft naik lebih dari 5 persen setelah mengkonfirmasikan laporan mengenai pembicaraan untuk membeli aplikasi video sosial TikTok.
Rencana pembelian ini berjalan seiring langkah Presiden Donald Trump mengancam untuk melarang TikTok di AS karena kekhawatiran keamanan atas hubungan perusahaan induknya dengan China. Apple dan Netflix masing-masing naik 2,5 persen dan 2 persen.
"Reli di sektor teknologi ini juga didorong oleh laporan pendapatan yang positif pada minggu lalu," kata Direktur D.A. Davidson, James Ragan.
“S&P 500 sedikit di atas harga wajar. Tetapi kita perlu melihat visibilitas yang lebih baik pada ekonomi dan pandemi coronavirus," tambah dia.
Selain itu, ada juga beberapa sentimen lain yang mendorong kenaikan Wall Street pada perdagangan Senin tersebut. Beberapa diantaranya adalah kemajuan pembuatan antivirus dan indeks manufaktur yang membaik.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Anggota DPR AS Sebut TikTok Bisa Jadi Alat Propaganda China
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan sudah siap memakai perintah eksekutif untuk melarang aplikasi TikTok di Negeri Paman Sam. TikTok terancam diblokir karena dinilai membahayakan privasi penggunanya.
Langkah pemblokiran TikTok mendapat sambutan positif dari mantan ketua komite intel di DPR AS.
BACA JUGA
"TikTok berasal dari China. Tiap perusahaan di China, lebih dari 50 persennya dimiliki Partai Komunis China," ujar anggota DPR Devin Nunes seperti dilaporkan Fox News, Senin (3/8/2020).
Devin Nunes yang pernah menjadi ketua Komite Intelijen DPR AS (2015-2019) menuding pemerintah China bisa mengintip data personal warga AS dari TikTok. Data milik anak-anak pengguna pun bisa terkena risiko.
Menurutnya, China juga bisa menggunakan TikTok jika negara itu ingin melakukan "operasi propaganda pada pilpres tahun ini."
"Hal itu akan sangat, sangat mengganggu, dan kita tidak punya kendali apapun. Kita tidak akan bisa melakukan investigasi, karena mereka tidak pernah memberikan informasi apa-apa," kata Nunes.
Lebih lanjut, Nunes mengambil contoh dari India yang sudah melarang TikTok. Kementerian Pertahanan AS juga mengharamkan pegawai untuk memakai aplikasi ini.
"Ada alasan mengapa Kementerian Pertahanan kita tidak membolehkan pria dan wanita berseragam militer untuk memakai ini. Saya pikir kita semua warga AS seharusnya tidak memakai aplikasi seperti ini," jelas Nunes.
Pihak TikTok di AS mencoba bersikap diplomatis pada tuduhan melanggar privasi. General Manager TikTok Vanessa Pappas pada 1 Agustus lalu menyebut TikTok menyediakan 10 ribu pekerjaan.
Lewan Twitter, Vanessa Pappas berjanji aplikasi TikTok tetap aman dan tidak akan pergi ke mana-mana.
"Ketika membahas keselamatan dan keamanan, kami membangun aplikasi yang paling aman karena kita tahu itu adalah hal yang benar. Jadi kami mengapresiasi dukungannya, kami di sini untuk jangka waktu yang panjang," ucap Pappas.
Advertisement