Liputan6.com, Jakarta Isu produksi vaksin Covid-19 oleh holding BUMN Farmasi PT Bio Farma (Persero) sempat membuat harga saham dua emiten farmasi pelat merah PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) kompak melonjak. Nilai saham kedua perusahaan tercatat itu naik lebih dari 100 persen hanya dalam sepekan perdagangan pada Juli 2020.
Akibatnya, perdagangan kedua saham ini sempat dihentikan sementara dan terkena suspensi pada Jumat (7/8/2020), dan kembali dibuka pada sesi perdagangan Senin 10 Agustus 2020.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, lonjakan yang terjadi sebelumnya memang wajar terjadi ketika ada isu pembuatan vaksin Covid-19. Namun, ia memperingatkan, harga saham dua emiten farmasi BUMN tersebut bisa tumbang jika muncul kabar negatif soal vaksin.
Advertisement
"Untuk INAF dan KAEF karena naiknya sudah diatas 100 persen dalam 1 bulan secara valuasi jadi mahal. Sedikit saja ada berita negatif terkait vaksin ini bisa menjadi pemicu koreksi," ujar Wawan kepada Liputan6.com, Kamis (13/8/2020).
Kendati demikian, Wawan melihat dampak positif kabar pembuatan vaksin saat ini baru bisa dirasakan oleh kedua emiten tersebut. Sementara perusahaan tercatat lain di bidang farmasi belum mengalami kenaikan hingga di atas dua kali lipat.
"Sentimen positif ekpektasi suksesnya vaksin covid memang sudah mengangkat emiten farmasi BUMN INAF dan KAEF yang dipandang akan paling diuntungkan dengan hal tersebut. Untuk yang swasta pergerakan harga sahamnya masih wajar tidak ada lonjakan signifikan," tuturnya.
Sebaliknya, sentimen akan vaksin virus corona justru membuat nilai saham beberapa perusahaan tercatat di Pasar Modal Singapura tenggelam.
Itu dialami sejumlah emiten produsen sarung tangan, yang dianggap pemakaiannya bakal berkurang setelah Rusia mengklaim telah menemukan vaksin Covid-19 pertama di dunia.
Seperti terjadi pada Riverstone Holdings, yang nilai sahamnya jeblok 12,7 persen dalam satu jam pertama setelah pembukaan pasar di Bursa Efek Singapura pada Rabu (12/8/2020) kemarin.
Fenomena serupa juga dialami Top Glove, produsen sarung tangan terbesar dunia yang berbasis di Malaysia. Sahamnya anjlok 12,8 persen pada paruh pertama sesi perdagangan Selasa kemarin.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Tonton Video Ini
Pemerintah Kembangkan Vaksin Covid-19 untuk Pasien Berusia di Atas 60 Tahun
Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman menargetkan, vaksin Covid-19 buatan dalam negeri atau vaksin Merah Putih, bisa mulai diuji klinis di awal tahun 2021. Namun, ternyata vaksin ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang berusia 18 sampai 59 tahun.
"Vaksin itu baru aman untuk usia 18-59 tahun," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional Rakerkonas APINDO 2020, Jakarta, Kamis, (13/8/2020).
Untuk itu, pemerintah saat ini melalui Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto sedang mengembangkan vaksin dengan menggunakan teknologi plasma. Pengembangan teknologi plasma ini bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS).
Penggunaan teknologi plasma ini nantinya hanya diperuntukan bagi orang lanjut usia. Mereka yang berusia mulai dari 60 tahun dan tidak berlaku untuk usia dibawahnya.
"Plasma ini berlaku untuk orang berkepala 6 dan tidak berlaku untuk 18 tahun kebawah," kata dia.
Pandemi Covid-19 ini memang meluluhlantakkan perekonomian nasional. Namun dalam waktu yang bersamaan mendorong percepatan otonomi kesehatan yang ada.
Dia menyarankan agar para pengusaha tidak ragu untuk terjun dalam bisnis kesehatan seperti vaksin dan obat-obatan. Sebab pemerintah akan mengawal dari belakang agar tidak akan mengalami gugatan atau kecaman dari pihak manapun.
"Industri obat ini anda main saja, kita akan proteksi. Tentu dengan cara-cara yang tepat sehingga tidak dibawa ke WTO," kata Luhut.
Â
Â
Â
Advertisement