Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok pada pembukaan perdagangan Kamis pekan ini. IHSG merosot ke level psikologis 4.000.
Sementara Pada awal perdagangan Kamis (10/9/2020), IHSG terjun 154,7 poin atau 2,99 persen ke posisi 4.988,33. Sementara indeks saham LQ45 juga melemah 5 persen ke posisi 863,12.
Ekonom menilai, penurunan ini disebabkan pengumuman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Pemprov DKI Jakarta. Sebelumnya.
Advertisement
“IHSG dan rupiah terkoreksi ini imbas pengumuman PSBB,” ujar Ekonom Bhima Yudhistira Adhinegara kepada Liputan6.com, Kamis (10/9/2020).
Sampai dengan siang ini, lanjut Bhima, dana asing sudah catatkan penjualan bersih Rp 484 miliar. “Mereka melihat situasi ekonomi makin menurun di kuartal ke III sehingga keluar dari market,” kata Bhima.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menuturkan hal serupa. Dimana ketidakpastian indeks ini dipengaruhi oleh pengumuman kembali diberlakukannya PSBB oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
“Berdasarkan indeks, sampai dengan kemarin karena hari ini indeks masih ada ketidakpastian akibat daripada announcement Gubernur DKI tadi malam. Sehingga pagi tadi indeks sudah di bawah 5.000,” kata Menko. Menurutnya, ekonomi ini tidak semuanya faktor fundamental, tetapi juga ada faktor sentimen. Terutama untuk di sektor capital market.
Sebagai informasi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota. Dia mengatakan hal tersebut guna mencegah penyebaran virus Covid-19 yang semakin tinggi.
"Kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu. Bukan lagi masa transisi tapi PSBB awal dulu," kata Anies dalam video YouTube Pemprov DKI Jakarta, Rabu (9/9) kemarin.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dibayangi PSBB Jakarta, Rupiah Masih Berpotensi Menguat
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah jelang siang hari ini. Sejak pagi, rupiah bergerak di kisaran 14.765 per dolar AS hingga 14.852 per dolar AS.
Mengutip Bloomberg, Kamis (10/9/2020), rupiah dibuka di angka 14.767 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang berada di angka 14.799. Hanya saja, pada pukul 11.15 WIB, rupiah melemah ke 14.840 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.765 per dolar AS hingga 14.852 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,73 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.871 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.853 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah masih berpotensi untuk menguat sepanjang hari ini meski dibayangi sentimen Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang akan diberlakukan kembali oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Senin 14 September 2020.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, dolar AS mendapatkan tekanan semalam karena optimisme pasar terhadap pandangan ekonomi Eropa yang akan disampaikan oleh Bank Sentral Eropa (ECB) malam ini.
"Nilai tukar regional termasuk rupiah berpeluang menguat terhadap dolar AS dengan kondisi dolar AS tersebut," ujar Ariston dikutip dari Antara, Kamis (10/9/2020).
Selain itu aset berisiko seperti indeks saham juga terlihat positif pagi ini. Indeks saham AS berbalik menguat semalam, setelah mengalami kejatuhan yang dalam sehari sebelumnya, yang memberikan sentimen positif ke indeks saham Asia pagi ini.
Namun demikian, lanjut Ariston, pasar juga masih mewaspadai isu hubungan AS dan China yang memanas dan penghentian sementara pengujian vaksin AstraZeneca tahap 3.
"Kedua isu ini bisa menekan pergerakan aset berisiko kembali. Sementara dari dalam negeri, isu pemberlakuan PSBB juga bisa menjadi penekan untuk rupiah," kata Ariston.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah berpotensi menguat di kisaran Rp14.700 per dolar AS hingga Rp14.850 per dolar AS.
Advertisement
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah, Ini Penyebabnya
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan Rabu ini. Pelemahan ini terjadi usai bank Indonesia mengeluarkan data Indeks Penjualan Ritel (IPR).
Nilai tukar Rupiah ditutup melemah 34 poin di level 14.779 per dolar AS. Sedangkan IHSG turun 94,69 poin atau 1,81 persen ke level 5.149,376. Sebanyak 83 saham menguat, 377 terkoreksi, dan 130 stagnan.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, pergerakan rupiah dan IHSG dipengaruhi oleh penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Ritel (IPR) mengalami kontraksi 12,3 persen pada Juli 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Penjualan ritel belum bisa lepas dari kontraksi selama delapan bulan beruntun.
"Bahkan pada Agustus 2020, BI memperkirakan penjualan ritel masih turun dengan kontraksi IPR 10,1 persen YoY. Dengan begitu, rantai kontraksi penjualan ritel kian panjang menjadi sembilan bulan berturut-turut," ujarnya dalam riset harian, Jakarta, Rabu (9/9).
Daya beli masyarakat terlihat sedikit membaik, tetapi masih cenderung melemah. Hal ini tercermin dari laju inflasi inti yang semakin menukik. Inflasi inti, yang merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya susah bergerak, menjadi penanda kekuatan daya beli.
"Ketika harga barang dan jasa yang 'bandel' saja bisa turun, maka itu artinya permintaan memang betul-betul lemah. Pada Agustus 2020, inflasi inti Indonesia tercatat 2,03 persen YoY. Ini adalah yang terendah setidaknya sejak 2009," kata Ibrahim.
Disamping itu penyebaran pandemi Virus Corona di Indonesia terus mengkhawatirkan terutama di DKI Jakarta. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan dengan gamblang menyebut bahwa kondisi saat ini sangat mengkhawatirkan sehingga harus tanggap dengan paket kebijakan yang akan di keluarkan walaupun kondisi keuangan yang terus menipis akibat masa transisi-PSBB yang terus di perpanjang.
Disisi lain pemerintah harus bisa mengimbangi dengan fasilitas kesehatan yang dimiliki, jumlah kasus yang tidak terkendali akan berdampak pada penangan dan fasilitas kesehatan milik pemerintah.
"Kenapa mengkhawatirkan? Karena kapasitas rumah sakit ada batasnya. Bila jumlah yang membutuhkan perawatan makin banyak, diatas kemampuan kapasitas rumah sakit dan jumlah tenaga medis yang terbatas maka ini merupakan masalah besar dan mengkhawatirkan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com