Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mendata 46 perusahaan tercatat baru saham hingga 15 September 2020. PT Planet Propertindo Jaya Tbk (PLAN) jadi emiten ke-46 yang resmi melantai di pasar modal pada Selasa, 15 September 2020 lalu.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Nyoman Gede Yetna mengatakan, saat ini masih terdapat 4 perusahaan yang berencana untuk melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) di pasar modal.
Baca Juga
Keempat calon emiten tersebut akan tetap melantai sesuai jadwal meski Pemprov DKI Jakarta kini kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Advertisement
"Sampai saat ini, belum terdapat perubahan maupun penundaan dari perusahaan yang saat ini berada dalam pipeline di Bursa terkait penerbitan saham maupun EBUS," kata Nyoman dalam pesan tertulis, Kamis (17/9/2020).
Nyoman memaparkan, keempat perusahaan yang akan IPO tersebut bergerak pada 3 sektor yang berbeda. Sebanyak 2 perusahaan di antaranya berasal dari sektor property, real estate and building construction. Sementara 1 perusahaan lain datang dari sektor trade, services and investment, serta 1 perusahaan dari sektor miscellaneous industry.
Selain itu, ia menambahkan, terdapat 5 penerbit yang akan menerbitkan 6 emisi obligasi/sukuk yang berada dalam pipeline Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) di BEI. Sebagai catatan, 1 perusahaan dapat menerbitkan lebih dari 1 emisi EBUS.
"Pendanaan tentunya merupakan salah satu komponen penting dalam keberlangsungan ekspansi bisnis dan operasional perusahaan. Terlebih pada saat kondisi saat ini dengan adanya pemberlakuan kembali PSBB," tuturnya.
"Kami berharap rencana penawaran umum perdana perusahaan yang berada di pipeline tetap dapat berjalan tahun ini," tandas Nyoman.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hingga Agustus 2020, BEI Bukukan Transaksi IPO Rp 4,2 Triliun
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan, pengumpulan dana dari pencatatan perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) hingga Agustus 2020 mencapai Rp 4,2 triliun.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Nyoman Gede Yetna menyampaikan, jumlah dana tersebut berasal dari 37 perusahaan tercatat baru hingga 31 Agustus 2020.
"Sampai dengan tanggal 31 Agustus 2020, masih terdapat 11 perusahaan yang berencana akan melakukan pencatatan saham di BEI dan bergerak pada beberapa sektor," jelas Nyoman dalam pesan tertulis, Selasa (1/9/2020).
Selain dari IPO, Nyoman memaparkan, BEI per 31 Agustus 2020 mencatat ada 58 penerbitan emisi obligasi dengan total dana Rp 45,9 triliun, serta pelaksanaan rights issue (HMETD) dari 12 perusahaan senilai Rp 10,8 triliun.
Nyoman juga merinci, 11 calon emiten baru yang siap masuk pasar modal datang dari berbagai sektor. Semisal 4 perusahaan dari sektor property, real estate dan building construction, lalu 2 perusahaan dari sektor trade, services and investment.
Kemudian, 2 perusahaan datang dari sektor consumer goods industry, 2 perusahaan dari sektor miscellaneous industry, dan sisa 1 perusahaan berasal dari sektor keuangan.
"Selain itu, saat ini terdapat 20 perusahaan yang akan menerbitkan 23 emisi obligasi atau sukuk yang berada dalam pipeline di BEI," ujar Nyoman.
Advertisement
BEI akan Bikin Papan Khusus Saham Bermasalah
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno Djayadi, mengatakan bahwa BEI akan membuat papan pemantauan khusus untuk perusahaan tercatat atau emiten bermasalah. Papan tersebut nantinya akan menggunakan sistem perdagangan saham yang berbeda dengan biasanya.
"Dengan periodical option, ini saham-saham yang perlu pemantauan khusus maka volatilitas pergerakan saham bisa tidak terlalu volatil," ujarnya di Jakarta, Senin (10/8/2020).
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menyampaikan melalui papan tersebut maka akan memberikan proteksi bagi investor maupun calon investor melalui kesadaran akan kualitas saham emiten yang ditransaksikan.
Inisiatif tersebut melengkapi kebijakan serupa sebelumnya, yakni notasi khusus untuk emiten yang tidak patuh pada aturan.
"Papan khusus untuk mengakomodasi perpindahan saham papan atas yang mengalami penurunan kelas dan perlu mendapatkan pengawasan dari otoritas," katanya.
Selanjutnya, kata dia, OJK akan mendorong peran penggerak pasar atau market maker untuk meningkatkan likuiditas perdagangan. Selain itu, market maker diyakini bisa mempersempit celah untuk menggoreng saham, sehingga pasar modal Indonesia menjadi lebih kredibel.
"Tidak dapat dipungkiri, beredarnya pemberitaan beberapa permasalahan di pasar modal mempengaruhi persepsi dan tingkat kepercayaan masyarakat pada industri ini," katanya.
Siapa yang Masuk Papan Ini?
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen menambahkan papan pemantauan khusus tersebut ditujukan untuk emiten yang mendekati penghapusan pencatatan (delisting), kinerja perusahaan turun signifikan, bermasalah dengan tata kelola, dan sebagainya.
"Secara detail secara konsep yang sedang dipersiapkan seperti itu. Mudah-mudahan ini masih bisa ditopang likuiditasnya menggunakan mekanisme dan price discovery (pembentukan harga saham) yang beda," ucapnya.